info lomba blog

klik

Jumat, 17 Agustus 2018

Sesejuk Angin Berhembus di Awal Agustus (SABDA)



Brakkk.
Fasya merebahkan badan di atas sebuah kasur spring bed beralas sprei warna pink boneka. Sesekali melihat ke dinding langit yang berhiaskan foto-foto masa lalu, masa masa menjadi mahasiswa yanga aktif dengan sederet kegiatan dan lomba.
Tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah bingkai foto berwarna pink muda yang berisikan empat buah foto kecil berukuran 4 x 6 dengan beberapa keterangan dibawahnya. Disebelah kanan bingkai tersebut tertulis beberapa cita-cita yang sudah dan akan ia gapai didalam hidup. Fasya merangkainya dalam 9P (Penghafal Quran, Psikolog, Pengusaha, Pengajar, Pendakwah, Presenter, Penyiar, Pengusaha, Pencipta lagu). Ia mulai mengarahkan bola matanya ke atas, sembari berfikir sudah sejauh mana pencapaian atas target-target yang telah ia buat.
Fasya bergeming. Badannya terasa letih. Bibirnya tak henti mengucapkan tasbih. Samar terdengar sebuah nasyid mengalun lembut di telinganya. Nasyid yang dinyanyikan oleh Zahid dengan judul “Satu Tubuh” terasa sangat mudah untuk dihafal.
Ku lihat ada prasangka di hatimu
Melihat diriku saat ini
Karena terpisahkan diri
Dengarkanlah hatiku yang masih tetap merinduimu

Aku masih seperti yang dulu
Mencintaimu dengan rasa imanku
Sampai kini semua belum berubah
Sebab cintaku, bukan karna dunia

10 Januari 2015
Fasya memainkan mixer sambil sesekali melihat ke komputer. Memutarkan lagu dan menyiapkan materi siaran adalah tugasnya dua kali seminggu sebagai seorang penyiar di sebuah radio ternama kala itu. Darisanalah ia bertemu dan berkenalan dengan banyak teman baru sekaligus dua laki-laki yang kini ia anggap sebagai sahabatnya, Risyad dan Farhan.
Farhan berwajah manis dan berjanggut tipis. Ia senantiasa shalat 5 waktu di mesjid. Aktivis yang aktif dan jebolan sekolah favorit. Tak ayal, jika ia menjelma sebagai laki-laki idaman para wanita di kampusnya. Farhan lebih suka melukis dibanding berbicara. Sedangkan Risyad adalah abang kelasnya Fasya waktu SMP. Bertubuh sedang dan rambutnya sedikit panjang. Berbeda dengan Farhan, ia terlihat lebih suka sholat sendirian di tempat kerjanya. Bacaan quran dan pengetahuan agamanya tidak terlalu tinggi, tapi dia juga aktivis yang pemikirannya layak untuk dijadikan sandaran dalam berpijak. Dua laki-laki ini berbeda, tapi tetap istimewa di mata Fasya.
Fasya berjumpa risyad pada acara ulang tahun universitas. Ya, risyad pandai mengaji dan bernyanyi. Ia sering tampil dalam berbagai acara. Meski berbeda fakultas, namun mereka sering bertemu di beberapa kegiatan, khususnya di radio As-Sama’. Kelebihannya membuat Fasya kagum. Tapi, sayang. Fasya terlambat menyadari bahwa persahabatan itu berubah menjadi rasa kagum. Hingga pada titik tertentu, komunikasi berlebihan yang sudah terjalin diantara mereka, berkahir tragis atas kehendak Allah. Fasya mengambil langkah yang salah untuk berani mengutarakan rasa kagumnya untuk melangkah ke jenjang yang lebih pasti, pernikahan.
“Mengapa Fasya melakukan ini semua?” bentak Mira, Meyza, Kirana dan Tata, sahabat dekatnya.
“Ayolah teman. Kita paham kan bahwa tidak ada hubungan antara dua jenis yang saling jatuh cinta kecuali menikah? Kita tahukan haditsnya?,” jelas Fasya dihadapan mereka.
“Tapi, Fa. Kita tidak pernah tahu isi hati laki-laki itu seperti apa. Mereka bisa saja baik sama kita, perhatian sama kita, memberikan kita senyuman, pujian, membalas pesan-pesan kita dan tampak suka sama kita. Padahal, Fa. Mereka melakukan itu untuk semua wanita yang pernah mereka temui. Percayalah. Aku sudah kenal bermacam tipe kepribadian laki-laki,” pesan Mira lagi.
“Setiap pertemuan antara dua hamba Allah dimuka bumi atas nama maksiat, tanpa ridha Nya. Maka tunggu, Allah sendiri yang akan memisahkannya. Kalian salah, Fa. Kamu dan Farhan sudah terlalu jauh dalam berteman. Tak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan,” Kirana menghembuskan nafas berat.
“Baiklah, mungkin aku salah. Mungkin aku belum pernah tau pacaran itu seperti apa sehingga aku menganggap bahwa apa yang kami lakukan hanyalah sebatas pertemanan saja. Tapi, terkadang ketika aku sudah merasa ini terlalu kelewatan, aku ingin berhenti. Sayang, ketika aku berhenti, ia yang memulai kembali. Lantas, salahkah aku yang baper atau mereka yang terlalu caper?” tanyaku membela diri.
“Sudah, Fa. Akhiri saja semua ini. Akhiri. Sebelum kamu jatuh lebih dalam lagi. Sebelum lukamu menganga lebih lebar setelah kisah ini,” bisik Tata lembut.
Aku menunduk. Membayangkan semua sikap baik Farhan padaku. Humorisnya, kebaikannya, prestasi prestasinya, keshalihannya membuatku luluh, hati perempuan mana yang tidak baper jika dihadapannya ada laki-laki seperti Farhan? Tapi, teman teman Fasya benar. Mereka menasehati Fasya karena mereka menyayanginya. Mereka sudah lebih dulu merasakan bagaimana pahitnya dunia pacaran, hingga mereka banyak belajar bagaiaman seharusnya menyikapi para laki-laki, seshaleh apapun.
“Baiklah. Aku akan memutuskan persahabatan ini dan menjauh darinya,” janji Fasya pada temannya. Selang beberapa menit ia menghubungi Farhan untuk memblokir semua akun yang selama ini digunakan untuk berinteraksi. Berat. Sakit. Sedih. Tapi tak lama. Fasya mampu melewati semua ini dengan pembiasaan yang sempurna.
8 Mei 2016
Setelah hubungannya dengan Farhan usai. Fasya terus berdoa untuk didatangkan jodoh yang sesuai dengan yang ia harapkan. Harapan kedua jatuh pada Risyad. Kenapa harus Risyad? Hanya karena ayah Faysa berpesan untuk menikah dengan laki-laki yang usianya jauh lebih tua dari Fasya. Lembut dan pengertian. Tepat. Kriteria tersebut ada pada Risyad. Risyad juga sudah lama mengenal Fasya, juga sebaliknya.
Menurut Fasya, Risyad adalah sosok laki-laki yang paling mengerti dirinya dan mau menerima kekurangannya. Tanpa menunggu lama, ia meminta beberapa teman yang sudah menikah untuk membantu memproses dirinya bersama Risyad. Sudah tiga orang yang menanyakan kejelasan Risyad, apakah dia sudah mengkhitbah orang lain atau belum. Namun, semua tawaran tersebut tidak terlalu digubris oleh Risyad.
Sebulan, dua bulan atau bahkan sudah satu tahun, Fasya mencoba untuk memastikan bahwa Risyad belum berniat menikah. Bahkan, Fasya juga mencoba beberapa kali mencarikan Risyad pendamping, tapi lagi-lagi ditolaknya karena alasan “budaya”. Sampai akhirnya, Risyad menanyakan berulang-ulang kepada Fasya tentang pernyataan Mira bahwa Fasya memendam rasa terhadap Risyad. Fasya selalu mengalihkan pembicaraan sampai pada suatu hari ia harus jujur ketika Fasya telah jenuh mendapatkan pertanyaan yang sama dari Risyad.
10 Agustus 2017
Sudah setahun lamanya Fasya mencoba menjauh perlahan lahan dari kehidupan Risyad dan Farhan. Sampai pada bulan ini, Fasya fokus terhadap kuliahnya dan karirnya, menjadi presenter dan juga pengusaha. Ketika ia diminta untuk mengisi disalah satu sekolah di kota tempat ia dilahirkan, teman kampusnya yang juga sahabat Farhan menyapanya.
“Hai, Fasya. Apa kabar?”
“Alhamdulillah, baik. Kamu sendiri gimana?” Fasya menimpali.
“Ya. Aku udh jadi guru disekolah ini. Ada Farhan juga disini. Kemarin Farhan bilang kalau bulan Agustus awal ini dia bakalan wisuda S2 dan segera menikah. Sudah tiga kali proses. Alhamdulillah yang ketiga lancar. Undangannya sebentar lagi launching,” Rayyan bercerita dengan wajah sumringah.
“Oh, ya? Wah. Alhamdulillah kalau gitu. Kamu Insya Allah segera menyusul ya Ray. Ayo tunggu apalagi? Hehe. Oh ya Ray, aku buru-buru balik ni. Soalnya ada meeting tentang pembuatan ijin usahaku. Aku pamit duluan ya, Ray. Salam untuk Farhan. Bilang kalau aku bahagia banget dengar berita ini. Aku bakalan datang di hari wisuda dan pernikahannya insya Allah. Assalamu’alaikum,” aku berpaling sambil berlari-lari kecil ke kamar mandi. Menyeka sedikit air mata yang tadi sempat ku tahan. Aku tak tahu, ini air mata bahagia atau duka.
Selangkah demi selangkah aku meninggalkan sekolah tersebut. Mengejar waktu untuk rapat bersama rekan kerja di kantor. Malam harinya aku membuka-buka buku “Memantaskan diri dalam Menanti Pasangan Sejati” karya Asma Nadia, penulis sekaliber tanah air yang kisahnya selalu dinanti. Tiba-tiba, handphoneku berdering dan aku membukanya. Tepat pukul 00.20 sebuah pesan singkat masuk. Aku baca perlahan tapi seksama.
Bismillahirrahmanirrahim. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dengan memohon rahmat Allah dan Ridho Nya, kami berniat untuk mengundang bapak/ibu, sahabat, sdr/i sekalian dalam acara akad nikah dan walimahan kami yang akan diadakan pada:
Tanggal : 15 Agustus 2017
Tempat : Mesjid Ar rahmah, Tangerang Selatan
Pukul    : 12.00 WIB
Merupakan suatu kehormatan apabila bapak/ibu berkenan hadir.
Kami yang berbahagia Risyad dan Rina.

Sontak Fasya terkejut. Ia merapatkan kakinya dan duduk di atas karpet kamarnya. Bulir air mata jatuh membasahi pipinya. Ia terus beristighfar. Mengingat kembali masa-masa lalu awal bertemu dengan Farhan juga Risyad. Kini, pertemuan dan hubungan persahabatan yang tidak diridhai Allah, akhirnya Allah pisahkan. Pengharapan Fasya yang tidak ia tujukan kepada Allah hancur berkeping-keping. Allah Maha Baik. Ia ingin menyadarkan Fasya dengan caranya. Ia ingin Fasya kembali bertaubat dan kembali mengharap hanya kepadanya.
Satu hari, dua hari Fasya terpuruk dengan keadaan. Menganggap bahwa semua yang ia lalui hanya mimpi semata. Tapi, Fasya sadar bahwa hidup harus terus berjalan. Ibadah harus terus ia lakukan. Fasya yakin Allah akan pertemukan ia dengan seseornag yanh tepat disaat yang tepat pula. Karena tepat bukan berarti cepat.
Perlahan lahan Fasya mulai memaafkan masa lalu, mengikhlaskan semua kesalahan dirinya maupun Farhan dan Risyad. Mengikhlaskan bukan melupakan. Memaafkan bukan mengungkit. Hingga ia merasa lebih tenang dan lebih bahagia. Ikhlas itu sejuk. Sesejuk angin berhembus di awal Agustus. dua kejadian yang tidak pernah ia sangka datang bersamaan dalam hidupnya. Hadir untuk menghancurkan semua harapannya kepada hamba, hanya untuk kembali berharap pada sang Pencipta.

                                                  

Sabtu, 08 April 2017

Pustaka Syiah Kuala, Memang Beda










        
Berawal dari sebuah gedung yang berlapiskan cat putih, memiliki bangunan tiga lantai dengan parkiran yang kurang memadai serta ditemani dengan buku-buku yang sudah mulai usang ditinggalkan oleh para pembaca adalah fenomena biasa bagi sebuah pustaka di kampus tercinta “Jantong Hati Rakyat Aceh” sebelum memasuki tahun 2015. Tidak hanya itu, pengunjung dan peminjam buku yang berlalu lalang pun, dapat dihitung dengan kasat mata. Ya, mereka adalah mahaiswa kutu buku atau para mahasiswa akhir yang “terpaksa” ke perpustakaan untuk mencari bahan bacaan sebagai pelengkap penelitian dan memperoleh gelar sarjana.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pimpinan UPT Perpustakaan Universitas Syiah Kuala  untuk membuat sebuah inovasi. Diawali dengan mengubah sistem pelayanan dan fasilitas yang tadinya kaku dan monoton sehingga menjadi lebih fleksibel. Tak lupa pula untuk menambahkan sisipan acara, diantaranya relax and easy, perlombaan, harmoni kampus, seminar dan kelas literasi. Tentunya,  tidak menghilangkan fungsi awal pustaka Unsyiah sebagai pusat informasi bagi civitas akademika.
Ya, pustaka ini berinovasi dibawah kepemimpin Dr. Abdul Gani. Beliau berani membuat inovasi yang berbeda sehingga dapat menciptakan sebuah perpustakaan yang awalnya hanya sebagai tempat membaca, namun sekarang juga bisa dijadikan tempat diskusi, berkreasi dan menampilkan bakat seni mahasiswa. Ditambah lagi, fasilitas yang ditawarkan oleh UPT. Universitas Syiah Kuala terus mengalami perubahan. Adanya WIFI yang cepat, mushalla yang nyaman, cafe yang unik, serta tempat belajar yang menarik sehingga membuat pengunjung setiap detiknya memadati tempat tersebut (kecuali pada waktu istirahat).
Tentunya, perubahan tersebut berproses. Dengan visi menjadikan pustaka Unsyiah sebagai pusat informasi ilmiah terkemuka dan berdaya saing di Asia Tenggara pada tahun 2018, perpustakaan ini berkomitmen untuk terus berkembang dalam memperbanyak sumber jurnal, buku-buku terbaru, acara yang menarik, seni yang unik hingga perlombaan tahunan dalam rangka “Unsyiah Library Fiesta”. Sehingga dapat mengubah pola pikir mahasiswa yang awalnya malu dan malas ke pustaka, namun seiring berjalannya waktu, pustaka menjadi suatu kebutuhan yang nyata.
Belajar tidak mesti dari buku, kan? Kita bisa belajar melalui diskusi, kompetensi, seni atau media elektronik lainnya yang saat ini dengan mudah diakses melalui internet. Mahasiswa pun akan betah berlama-lama berkunjung ke pustaka untuk sekedar meminjam buku atau membaca sambil minum kopi diselingi dengan program relax and easy. Jangan khawatir, karena sekarang pustaka Unsyiah juga buka di malam hari dan sudah terakreditasi. Wah, keren kan? Nah, kamu kapan berkunjung ke Pustaka Unsyiah? Dijamin Pustaka Unsyiah memang beda. bisa juga dengan mengunjungi link berikut yaa. (www.library.unsyiah.ac.id , www.uilis.unsyiah.ac.id , dan www.etd.unsyiah.ac.id ).






Referensi gambar
Midahponggeok.blogspot.co.id
Mic.unsyiah.ac.id

Referensi tulisan
Library.unsyiah.ac.id