Brakkk.
Fasya
merebahkan badan di atas sebuah kasur spring
bed beralas sprei warna pink boneka. Sesekali melihat ke dinding langit
yang berhiaskan foto-foto masa lalu, masa masa menjadi mahasiswa yanga aktif
dengan sederet kegiatan dan lomba.
Tiba-tiba
pandangannya tertuju pada sebuah bingkai foto berwarna pink muda yang berisikan
empat buah foto kecil berukuran 4 x 6 dengan beberapa keterangan dibawahnya. Disebelah
kanan bingkai tersebut tertulis beberapa cita-cita yang sudah dan akan ia gapai
didalam hidup. Fasya merangkainya dalam 9P (Penghafal Quran, Psikolog,
Pengusaha, Pengajar, Pendakwah, Presenter, Penyiar, Pengusaha, Pencipta lagu). Ia
mulai mengarahkan bola matanya ke atas, sembari berfikir sudah sejauh mana
pencapaian atas target-target yang telah ia buat.
Fasya
bergeming. Badannya terasa letih. Bibirnya tak henti mengucapkan tasbih. Samar terdengar
sebuah nasyid mengalun lembut di telinganya. Nasyid yang dinyanyikan oleh Zahid
dengan judul “Satu Tubuh” terasa sangat mudah untuk dihafal.
Ku
lihat ada prasangka di hatimu
Melihat
diriku saat ini
Karena
terpisahkan diri
Dengarkanlah
hatiku yang masih tetap merinduimu
Aku
masih seperti yang dulu
Mencintaimu
dengan rasa imanku
Sampai
kini semua belum berubah
Sebab
cintaku, bukan karna dunia
10 Januari 2015
Fasya
memainkan mixer sambil sesekali melihat ke komputer. Memutarkan lagu dan menyiapkan
materi siaran adalah tugasnya dua kali seminggu sebagai seorang penyiar di
sebuah radio ternama kala itu. Darisanalah ia bertemu dan berkenalan dengan
banyak teman baru sekaligus dua laki-laki yang kini ia anggap sebagai
sahabatnya, Risyad dan Farhan.
Farhan
berwajah manis dan berjanggut tipis. Ia senantiasa shalat 5 waktu di mesjid. Aktivis
yang aktif dan jebolan sekolah favorit. Tak ayal, jika ia menjelma sebagai
laki-laki idaman para wanita di kampusnya. Farhan lebih suka melukis dibanding
berbicara. Sedangkan Risyad adalah abang kelasnya Fasya waktu SMP. Bertubuh sedang
dan rambutnya sedikit panjang. Berbeda dengan Farhan, ia terlihat lebih suka
sholat sendirian di tempat kerjanya. Bacaan quran dan pengetahuan agamanya
tidak terlalu tinggi, tapi dia juga aktivis yang pemikirannya layak untuk
dijadikan sandaran dalam berpijak. Dua laki-laki ini berbeda, tapi tetap
istimewa di mata Fasya.
Fasya
berjumpa risyad pada acara ulang tahun universitas. Ya, risyad pandai mengaji
dan bernyanyi. Ia sering tampil dalam berbagai acara. Meski berbeda fakultas,
namun mereka sering bertemu di beberapa kegiatan, khususnya di radio As-Sama’. Kelebihannya
membuat Fasya kagum. Tapi, sayang. Fasya terlambat menyadari bahwa persahabatan
itu berubah menjadi rasa kagum. Hingga pada titik tertentu, komunikasi
berlebihan yang sudah terjalin diantara mereka, berkahir tragis atas kehendak
Allah. Fasya mengambil langkah yang salah untuk berani mengutarakan rasa
kagumnya untuk melangkah ke jenjang yang lebih pasti, pernikahan.
“Mengapa
Fasya melakukan ini semua?” bentak Mira, Meyza, Kirana dan Tata, sahabat
dekatnya.
“Ayolah
teman. Kita paham kan bahwa tidak ada hubungan antara dua jenis yang saling
jatuh cinta kecuali menikah? Kita tahukan haditsnya?,” jelas Fasya dihadapan
mereka.
“Tapi,
Fa. Kita tidak pernah tahu isi hati laki-laki itu seperti apa. Mereka bisa saja
baik sama kita, perhatian sama kita, memberikan kita senyuman, pujian, membalas
pesan-pesan kita dan tampak suka sama kita. Padahal, Fa. Mereka melakukan itu
untuk semua wanita yang pernah mereka temui. Percayalah. Aku sudah kenal
bermacam tipe kepribadian laki-laki,” pesan Mira lagi.
“Setiap
pertemuan antara dua hamba Allah dimuka bumi atas nama maksiat, tanpa ridha
Nya. Maka tunggu, Allah sendiri yang akan memisahkannya. Kalian salah, Fa. Kamu
dan Farhan sudah terlalu jauh dalam berteman. Tak ada persahabatan antara
laki-laki dan perempuan,” Kirana menghembuskan nafas berat.
“Baiklah,
mungkin aku salah. Mungkin aku belum pernah tau pacaran itu seperti apa sehingga
aku menganggap bahwa apa yang kami lakukan hanyalah sebatas pertemanan saja. Tapi,
terkadang ketika aku sudah merasa ini terlalu kelewatan, aku ingin berhenti. Sayang,
ketika aku berhenti, ia yang memulai kembali. Lantas, salahkah aku yang baper atau
mereka yang terlalu caper?” tanyaku membela diri.
“Sudah,
Fa. Akhiri saja semua ini. Akhiri. Sebelum kamu jatuh lebih dalam lagi. Sebelum
lukamu menganga lebih lebar setelah kisah ini,” bisik Tata lembut.
Aku
menunduk. Membayangkan semua sikap baik Farhan padaku. Humorisnya, kebaikannya,
prestasi prestasinya, keshalihannya membuatku luluh, hati perempuan mana yang
tidak baper jika dihadapannya ada laki-laki seperti Farhan? Tapi, teman teman
Fasya benar. Mereka menasehati Fasya karena mereka menyayanginya. Mereka sudah
lebih dulu merasakan bagaimana pahitnya dunia pacaran, hingga mereka banyak
belajar bagaiaman seharusnya menyikapi para laki-laki, seshaleh apapun.
“Baiklah.
Aku akan memutuskan persahabatan ini dan menjauh darinya,” janji Fasya pada
temannya. Selang beberapa menit ia menghubungi Farhan untuk memblokir semua
akun yang selama ini digunakan untuk berinteraksi. Berat. Sakit. Sedih. Tapi tak
lama. Fasya mampu melewati semua ini dengan pembiasaan yang sempurna.
8 Mei 2016
Setelah
hubungannya dengan Farhan usai. Fasya terus berdoa untuk didatangkan jodoh yang
sesuai dengan yang ia harapkan. Harapan kedua jatuh pada Risyad. Kenapa harus
Risyad? Hanya karena ayah Faysa berpesan untuk menikah dengan laki-laki yang
usianya jauh lebih tua dari Fasya. Lembut dan pengertian. Tepat. Kriteria tersebut
ada pada Risyad. Risyad juga sudah lama mengenal Fasya, juga sebaliknya.
Menurut
Fasya, Risyad adalah sosok laki-laki yang paling mengerti dirinya dan mau
menerima kekurangannya. Tanpa menunggu lama, ia meminta beberapa teman yang
sudah menikah untuk membantu memproses dirinya bersama Risyad. Sudah tiga orang
yang menanyakan kejelasan Risyad, apakah dia sudah mengkhitbah orang lain atau
belum. Namun, semua tawaran tersebut tidak terlalu digubris oleh Risyad.
Sebulan,
dua bulan atau bahkan sudah satu tahun, Fasya mencoba untuk memastikan bahwa
Risyad belum berniat menikah. Bahkan, Fasya juga mencoba beberapa kali
mencarikan Risyad pendamping, tapi lagi-lagi ditolaknya karena alasan “budaya”.
Sampai akhirnya, Risyad menanyakan berulang-ulang kepada Fasya tentang
pernyataan Mira bahwa Fasya memendam rasa terhadap Risyad. Fasya selalu
mengalihkan pembicaraan sampai pada suatu hari ia harus jujur ketika Fasya
telah jenuh mendapatkan pertanyaan yang sama dari Risyad.
10 Agustus 2017
Sudah
setahun lamanya Fasya mencoba menjauh perlahan lahan dari kehidupan Risyad dan
Farhan. Sampai pada bulan ini, Fasya fokus terhadap kuliahnya dan karirnya,
menjadi presenter dan juga pengusaha. Ketika ia diminta untuk mengisi disalah
satu sekolah di kota tempat ia dilahirkan, teman kampusnya yang juga sahabat Farhan
menyapanya.
“Hai,
Fasya. Apa kabar?”
“Alhamdulillah,
baik. Kamu sendiri gimana?” Fasya menimpali.
“Ya.
Aku udh jadi guru disekolah ini. Ada Farhan juga disini. Kemarin Farhan bilang
kalau bulan Agustus awal ini dia bakalan wisuda S2 dan segera menikah. Sudah tiga
kali proses. Alhamdulillah yang ketiga lancar. Undangannya sebentar lagi launching,” Rayyan bercerita dengan
wajah sumringah.
“Oh,
ya? Wah. Alhamdulillah kalau gitu. Kamu Insya Allah segera menyusul ya Ray. Ayo
tunggu apalagi? Hehe. Oh ya Ray, aku buru-buru balik ni. Soalnya ada meeting tentang pembuatan ijin usahaku. Aku
pamit duluan ya, Ray. Salam untuk Farhan. Bilang kalau aku bahagia banget
dengar berita ini. Aku bakalan datang di hari wisuda dan pernikahannya insya
Allah. Assalamu’alaikum,” aku berpaling sambil berlari-lari kecil ke kamar mandi.
Menyeka sedikit air mata yang tadi sempat ku tahan. Aku tak tahu, ini air mata
bahagia atau duka.
Selangkah
demi selangkah aku meninggalkan sekolah tersebut. Mengejar waktu untuk rapat
bersama rekan kerja di kantor. Malam harinya aku membuka-buka buku “Memantaskan
diri dalam Menanti Pasangan Sejati” karya Asma Nadia, penulis sekaliber tanah
air yang kisahnya selalu dinanti. Tiba-tiba, handphoneku berdering dan aku
membukanya. Tepat pukul 00.20 sebuah pesan singkat masuk. Aku baca perlahan
tapi seksama.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Dengan memohon rahmat Allah dan
Ridho Nya, kami berniat untuk mengundang bapak/ibu, sahabat, sdr/i sekalian
dalam acara akad nikah dan walimahan kami yang akan diadakan pada:
Tanggal
: 15 Agustus 2017
Tempat
: Mesjid Ar rahmah, Tangerang Selatan
Pukul : 12.00 WIB
Merupakan
suatu kehormatan apabila bapak/ibu berkenan hadir.
Kami
yang berbahagia Risyad dan Rina.
Sontak
Fasya terkejut. Ia merapatkan kakinya dan duduk di atas karpet kamarnya. Bulir air
mata jatuh membasahi pipinya. Ia terus beristighfar. Mengingat kembali masa-masa
lalu awal bertemu dengan Farhan juga Risyad. Kini, pertemuan dan hubungan persahabatan
yang tidak diridhai Allah, akhirnya Allah pisahkan. Pengharapan Fasya yang tidak
ia tujukan kepada Allah hancur berkeping-keping. Allah Maha Baik. Ia ingin
menyadarkan Fasya dengan caranya. Ia ingin Fasya kembali bertaubat dan kembali
mengharap hanya kepadanya.
Satu
hari, dua hari Fasya terpuruk dengan keadaan. Menganggap bahwa semua yang ia
lalui hanya mimpi semata. Tapi, Fasya sadar bahwa hidup harus terus berjalan. Ibadah
harus terus ia lakukan. Fasya yakin Allah akan pertemukan ia dengan seseornag
yanh tepat disaat yang tepat pula. Karena tepat bukan berarti cepat.
Perlahan
lahan Fasya mulai memaafkan masa lalu, mengikhlaskan semua kesalahan dirinya
maupun Farhan dan Risyad. Mengikhlaskan bukan melupakan. Memaafkan bukan
mengungkit. Hingga ia merasa lebih tenang dan lebih bahagia. Ikhlas itu sejuk. Sesejuk
angin berhembus di awal Agustus. dua kejadian yang tidak pernah ia sangka
datang bersamaan dalam hidupnya. Hadir untuk menghancurkan semua harapannya
kepada hamba, hanya untuk kembali berharap pada sang Pencipta.