info lomba blog

klik

Rabu, 28 Desember 2016

Bacaan Al-Quranmu, Selalu Kurindukan



Suara ledakan tiba-tiba terdengar tepat dibelakang sebuah rumah yang ditinggali oleh seorang bocah penghafal Quran. Sebut saja namanya Syahid. Akan tetapi, peristiwa itu tidak membuat Syahid gentar. Seakan, suara-suara tersebut sudah menjadi nyanyian pengiring disaat ia akan tertidur atau disaat Syahid berangkat ke sekolah bersama temannya, Furqan.
Furqan dan Syahid adalah dua anak laki-laki yang berusia delapan tahun. Saat ini, mereka sedang menempuh pendidikan di  Sekolah Tahfidz Ustadz Salim yang berjarak sekitar lima meter dari tempat mereka tinggal. Syahid dan Furqan adalah sahabat dekat yang berasal dari keluarga yang berbeda. Ayah Syahid sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan Syahid, ibu Syahid dan kakaknya Syahid karena harus memenuhi panggilan jihad bersama para pasukan Hamas. Berbeda dengan Furqan. Ia masih memiliki keluarga utuh yang dapat melindunginya sepanjang waktu atau bahkan menjadi tempatnya berkeluh kesah dengan sulitnya kelas tahfidz yang ia jalani saat ini.
Suatu ketika saat sedang mengambil makanan di pos pengungsian, Furqan bertemu dengan ibunda Syahid. Beliau tampak sedang berkeliling-keliling mencari keberadaan Syahid yang tak kunjung ditemukan.
“Nak, apakah kamu melihat Syahid berjalan di sekitar sini?” Ibunda Syahid bertanya lembut diselimuti oleh kekhawatiran yang menyatu.
“Ya, Bu. Saya melihatnya sedang berada di dekat Mesjid Al-Aqsa untuk menyelesaikan hafalan terakhirnya, yaitu juz 27. Ia bertekad untuk wisuda dalam minggu ini bu. Ia ingin menyusul ayahnya yang belum pernah kembali kerumah. Syahid merindukan ayahnya, bu,” ucap Furqan menunduk.
Syahid pernah bercerita pada Furqan bahwa salah satu cara agar dapat diterima menjadi pasukan mujahid kecil di Palestina adalah dengan menuntaskan 30 juz hafalan Quran. Ternyata, kata-kata tersebut menjadi penyemangat Syahid untuk bertemu ayahnya yang tak kunjung kembali semenjak 6 bulan yang lalu.
Jawaban Furqan hanya dibalas dengan butiran air mata yang tak sanggup di bendung oleh Fatimah, ibunda Syahid. Ia menguatkan pijakan kakinya di atas tanah agar rasa pusing yang ia rasakan karena belum mengkonsumsi makanan selama seharian bisa sedikit terkendali.
“Baiklah nak. Kamu juga semangat ya hafalan qurannya. Kita harus berlomba-lomba dalam kebaikan. Itu pesan Allah pada kita sebagai hambanya. Nanti kalau Furqan sudah selesai hafalan Qurannya, ibu akan memberikan satu mushaf Quran yang baru untuk Furqan. Nah, sekarang ibu pamit pergi dulu ya nak. Salam cinta dari ibu untukmu. Semoga nanti kita bisa kembali bertemu di syurga. Assalamu’alaikum,” Fatimah melangkah pergi.
***
Di sebuah bangunan yang terletak tak jauh dari masjid Al-Aqsa…
Syahid bersembunyi dibalik sebuah bangunan runtuh agar tidak terusir oleh para tentara zionis. Ia masih mengulang hafalannya yaitu pada surat Ar-Rahman ayat 46-53.
“Wa liman khaafa maqaama rabbihii jannataaan. Fabiayyi aalaai rabbikumaa tukadzdzibaan. Dzawaata afnaan. Fabiayyi aalaai rabbikumaa tukadzdzibaan. Fiihimaa ‘ainaani tajriyaan. Fabiayyi aalaai rabbikumaa tukadzdzibaan. Fiihimaa mingkulli faakihatin zaujan. Fabiayyi aalaai rabbikumaa tukadzdzibaan,” ayat demi ayat dilantunkan dengan merdu dan sempurna. Meski ia belum paham akan makna surat tersebut, ibunda Syahidlah yang bertugas untuk membacakan terjemahan hafalan Syahid setiap kali ia hendak tidur atau berangkat shalat Shubuh berjama’ah.
            Tanpa Syahid sadari, telah berdiri seorang perempuan paruh baya yang telah mengintip aktivitasnya sejak tadi. Perempuan itu melangkah perlaha-lahan manuju Syahid yang masih mengulang-ngulang hafalannya. Perempuan tersebut memeluk Syahid dari belakang, sambil berbisik lembut di telinganya.
“Dan bagi orang yang takut saat menghadap Tuhannya, ada dua syurga. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Kedua syurga itu mempunyai aneka pepohonan dan buah-buahan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Didalam syurga itu ada dua buah mata air yang mengalir. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Didalam syurga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” pelukan sang ibu dibalas oleh ciuman hangat Syahid di keningnya.
“Ibu, aku mencintaimu karena Allah,” Syahid mencium tangan ibunya. Ia kembali berkata,”Bukankah dunia ini hanya sementara ibu? Semua ini hanya titipan kan ibu? Ayah juga titipan. Ibu juga titipan. Begitupun aku dan kakak. Bukan begitu, ibu?” mata Syahid menatap lekat ibunya.
“Benar sayang. Kita semua akan kembali pada Sang Pencipta kita. Dialah Allah yang menciptakan syurga yang begitu indah. Ia pulalah yang menciptakan neraka yang begitu pedih. Nah, sekarang Allah sedang menguji kita, menguji negri Palestina. Allah ingin melihat siapakah diantara hamba-hambaNya yang beriman dan berjuang membela agamanya. Semoga… ayah adalah satu diantara pejuang itu ya, nak. Sekarang ayo kita pulang, ibu sudah membawakan makanan untuk kita makan dan persediaan untuk sahur nanti malam,” ucap Fatimah kemudian.
“Sebentar bu,” Syahid menghentikan langkah sang ibu.
“Apakah ibu rela jika aku juga menjadi salah satu pejuang itu?”
Fatimah terdiam. Ia berfikir panjang. Berat baginya untuk memutuskan. Tetapi, ia ingat pesan suaminya sebelum keberangkatannya bersama pasukan HAMAS melawan tentara zionis Israel.
Jika suatu suatu saat nanti, aku tidak ditakdirkan untuk kembali. Maka, jagalah anak-anak kita dengan baik. Didiklah mereka hingga mampu menuntaskan hafalan qurannya. Syahid adalah satu-satunya anak laki-laki yang kita miliki. Jika ia hendak menyusulku, maka izinkanlah ia seperti yang pernah dilakukan oleh shahabiyah pada zaman Rasulullah SAW. Jadikanlah ia singa Allah yang tak pernah takut dengan musuh Allah. Insya Allah kami akan menunggumu dan Aini di syurga.
Fatimah tersenyum. Ia memberikan senyuman terindahnya sambil memegang erat tangan Syahid. Ia berbisik lembut,” Ya. Aku mengizinkanmu wahai malaikat kecilku. Biar Allah yang menjagamu”. Syahid ikut tersenyum. Fatimah memalingkan wajahnya ke langit sembari berdo’a. air matanya menetes dan jatuh tepat pada cincin pernikahannya. Kini ia ikhlas, apapun yang terjadi, semoga Allah berikan kesabaran pada dirinya.
***
1 minggu kemudian…
“Wa liman khaafa maqaama rabbihii jannataaan. Fabiayyi aalaai rabbikumaa tukadzdzibaan. Dzawaata afnaan. Fabiayyi aalaai rabbikumaa tukadzdzibaan. Fiihimaa ‘ainaani tajriyaan. Fabiayyi aalaai rabbikumaa tukadzdzibaan. Fiihimaa mingkulli faakihatin zaujan. Fabiayyi aalaai rabbikumaa tukadzdzibaan,” ayat demi ayat dilantunkan dengan merdu dan sempurna oleh sesosok bocah kecil yang bernama Syahid. Kali ini ia tidak sedang berada di reruntuhan bangunan dekat Mesjid Al-Aqsa, namun ia sedang berada di antara dua buah mata air yang mengalir sangat indah.
Fatimah mendekati Syahid sambil berbisik lembut,” “Dan bagi orang yang takut saat menghadap Tuhannya, ada dua syurga. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Kedua syurga itu mempunyai aneka pepohonan dan buah-buahan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Didalam syurga itu ada dua buah mata air yang mengalir. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? Didalam syurga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” Fatimah memeluk Syahid dengan kuat sambil menitikkan air mata.
“Ibu. Berjanjilah untuk tidak bersedih lagi. Kini aku sudah menjumpai ayah di tempat yang sangat indah. Aku telah menyelesaikan hafalanku ibu. Aku sangat bahagia pernah menjadi putramu. Insya Allah, aku dan ayah akan menunggumu di sini. Ya, ditempat yang sangat indah ini,” Syahid kembali mencium tangan sang ibu.
“Aku mohon pamit ibu. Ayah telah memanggilku. Jaga dirimu baik-baik ibu. Aku mencintaimu karena Allah,” perlahan tubuh Syahid mulai pergi dan menghilang dari pandangan Fatimah.
Fatimah terbangun dan segera beristighfar. Ia baru sadar bahwa dirinya sudah berada di rumah sakit dengan perlengkapan yang serba terbatas. Disampingnya telah tertidur pulas anaknya Syahid sambil tersenyum indah. Baru saja Syahid dan Fatimah menjadi korban serangan tentara zionis Israel. Sangat disayangkan, dokter tidak bisa menyelamatkan Syahid dikarenakan luka yang amat parah mengenai organ dalam tubuhnya.
Fatimah mencoba berdiri dibantu oleh Aini, anak perempuannya. Ia berbisik lembut pada Syahid yang kini tubuhnya sudah mulai terasa dingin.
“Asyhadu allaa ilaaha illallah. Waasyhadu anna muhammadarrasuulullah. Ibu sudah mengikhlaskanmu Syahid. Ibu ridho padamu. Doakan ibu dan Aini agar bisa segera menyusul kamu dan ayah disana,” bibir Fatimah bergetar.
“Syahid, ibu akan selalu merindukan bacaan quranmu,” Kata-kata terakhir yang dapat Fatimah ucapkan sebelum para relawan memandikan jenazah Syahid dan mengafaninya.

Minggu, 29 Mei 2016

Ketika Kasus Kekerasan Semakin Merajalela, Apa Peran Mahasiswa?


Akhir-akhir ini, media dikejutkan dengan berbagai macam pemberitaan yang berkaitan dengan kekerasan baik secara fisik dan juga secara seksual (yang umumnya terjadi pada wanita dan anak-anak). Mulai dari kasus seorang wanita yang masih berstatus sebagai pelajar yang diambil kehormatannya oleh belasan pria lantas dibunuh, hingga kasus seorang wanita yang disiksa secara fisik dan diambil kehormatannya oleh beberapa orang pria serta pembunuhan yang rasanya komplit sudah menambah beban korban beserta seluruh keluarga dan kerabatnya. Semua identitas pelaku dan korban saya rahasiakan, karena fokus utama kita bukan pada kasus melainkan pada proses penyelesaiannya beserta dampak yang terjadi pada masyarakat. Dan tentunya kita berharap tidak akan terjadi lagi kasus-kasus seperti ini yang terjadi di negri ibu pertiwi, Indonesia (khususnya Aceh, daerah yang memegang tegus prinsip Syariat Islam). Dan semoga para korban diberikan tempat yang terbaik disisiNya.
Disini, penulis akan mengupas sedikit terkait “Sejauh mana perilaku dapat dikatakan sebagai kekerasan?”. Dalam sebuah jurnal Sasi Vol.16. No.3 Bulan Juli - September 2010 yang berjudulDampak Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak serta Solusinya” disebutkan bahwa kekerasan adalah perilaku manusia (seseorang/kelompok orang) yang dapat menimbulkan penderitaan bagi orang lain (pribadi/ kelompok). Penderitaan tersebut dapat berupa penderitaan fisik, seksual atau psikologis terhadap perempuan/ anak, termasuk ancaman untuk melakukan tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan, baik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat atau pribadi”. Ya, kekerasan itu sendiri bisa berupa bullying (secara fisik dan psikologis, verbal dan non verbal), kekerasan seksual (pemerkosaan, pencabulan, prsotitusi anak ) dan sebagainya.
Menurut hasil pemantauan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dari 2011 sampai 2014, terjadi peningkatan yang sifnifikan. “Tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 ada 4311 kasus, 2014 ada 5066 kasus,” kata Wakil Ketua KPAI, Maria Advianti kepada Harian Terbit, Minggu (14/6/2015). Ini hanya sebagian kasus yang tercatat dan terlaporkan dan saya yakin masih sangat banyak kasus yang belum terungkap dibalik data ini. Tentunya, hal ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor, diantaranya orang tua/ korban malu untuk melaporkan kepada pihak kepolisian karena dianggap sebagai sebuah aib (bukti dibebankan kepada korban/ pelapor), selanjutnya korban dipaksa untuk “bungkam” karena pelaku adalah orang terdekat korban (ayah, paman, tetangga dsb). Hal ini menjadi sebuah fenomena menyedihkan jika kita telusuri semakin jauh.
Kembali pada kasus yang telah kita bahas di awal tadi. Apa saja sebenarnya faktor yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan? Tentu sangat banyak. Kekerasan fisik bisa disebabkan oleh kerentanan/ ketidak berdayaannya perempuan/ anak untuk melawan (HAM dijunjung tinggi, tetapi mengapa kasus penting seperti ini bisa terabaikan?). Selanjutnya pengaruh media baik sosial dan visual (TV, internet dan games). Penelitian membuktikan bahwa anak-anak yang terbiasa menonton film yang berbau agresif (pemukulan, prilaku membully),  maka agresifitasnya akan meningkat.
Sedangkan kekerasan seksual bisa disebabkan oleh kejahatan yang dilakukan oleh orang yang dikenal (keluarga, pacar, teman) dan juga orang yang tidak dikenal (kenalan di media sosial, bertemu dijalan dsb). Selanjutnya, tentu pengaruh terbesar adalah film dan situs pornografi yang menghantui jutaan warga Indonesia (Kapankah akan dihilangkan wahai para pemegang jabatan dan kekuasaan di Indonesia? Kami rasa, peran para pemimpin sangat efektif dalam membuat peraturan dan perundang-undangan baik miras, situs pornografi dan tayangan di televisi. Luar negri bisa. Insya Allah kita lebih bisa!).
 Salah satu kontribusi terbesar juga adalah hukuman yang ringan atau bahkan terlalu ringan bagi pelaku sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku selanjutnya serta kronologis kejadian yang terlalu detail dan mudah dicontoh oleh pelaku lainnya (hukum kebiri atau hukum qishash, manakah yang lebih efektif?).
Lantas, solusi apa yang bisa kita gunakan? Tentunya dengan mengurangi bahkan menghilangkan penyebab yang telah saya sebutkan diatas tadi (Mungkin tidak instan, perlahan tapi pasti). Khusus untuk wanita, ada solusi tambahan bagi anda yang ingin terhindar dari kekerasan, diantaranya memiliki ilmu bela diri, menutup aurat dengan syar’i, menjaga diri, menghindari pacaran sejak dini (Insya Allah, jodoh sudah ditetapkan jauh sejak ruh ditiupkan kedalam rahim ibu) dan membaca ayat kursi kemanapun anda pergi. (Mencegah lebih baik daripada mengobati, ya sahabat!)
Adapun peran kita sebagai mahasiswa dalam membantu mengurangi kasus kekerasan yang semakin marak terjadi adalah salah satunya dengan memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa pentingnya “Pendidikan seks dini” kepada anak (Memberitahu anak apa yang menjadi miliknya, siapa saja yang boleh menyentuhnya, apa yang harus dilakukan jika ada orang asing yang tiba tiba mengajaknya pergi atau memberikan sesuatu dengan maksud yang berbeda dst). Hal ini penting, meski sering dianggap tabu oleh mayarakat. Selanjutnya, mere-negosiasi dan berdiskusi kepada pihak pembuat peraturan bahkan mungkin memberikan saran dan masukan hukuman dan penanganan baik pada korban dan juga pelaku (baik terapi, konseling atau rehabilitasi). Hal ini penting bagi korban untuk mendapatkan kembali hak-haknya dan menumbuhkan kembali semangat hidup pada dirinya. Dan hal ini juga penting bagi pelaku untuk menyelesaikan konflik psikologisnya dan membentuk prilaku yang lebih baik lagi). Dan yang terakhir membantu menyuarakan “Stop Kekerasan pada Anak dan Perempuan”, baik di media manapun yang kita bisa. Semoga dari hal-hal kecil ini berdampak besar bagi perubahan Indonesia.
Disini, penulis sebagai Mahasiswa Unsyiah juga berinsiatif untuk membuat sebuah komunitas yang bernama “PADUKA” (Pemuda Peduli Kekerasan Terhadap Anak dan Wanita Aceh). Program yang akan dijalankan oleh komunitas ini adalah membantu proses rehabilitasi, diskusi, mencari solusi dan edukasi baik pada anak dan juga pada masyarakat terkait pentingnya pencegahan dan penanganan yang bisa kita lakukan untuk mengurangi tingkat kekerasan di Indonesia. Dan nantinya kita juga akan bekerjasama (jika diizinkan) dengan Badan Perlindungan Pemberdayaan Perempuan dan anak yang ada di Aceh. Penulis berharap nantinya dari kalangan mahasiwa dan mahasiwi ikut bergabung dalam komunitas ini, bersama sama kita mencari solusi terbaik dari setiap kasus kekerasan di negri ini. Wallahu a’lam bish shawab. Hidup Mahasiswa! (Farah Febriani, Mahasiswa Psikologi FK Unsyiah)

*Note: Jika ada yang ingin berdiskusi lebih lanjut untuk berdirinya komunitas ini, silahkan hubungi saya di kontak WA dengan No. 0852 7580 3544 atau Id Line farahfebrani130294.