info lomba blog

klik

Sabtu, 24 Mei 2014

halte hidayah



Halte Hidayah
            Layaknya  sebuah bis yang melakukan perjalanan panjang, dia akan berhenti di halte untuk mengambil penumpang. Begitu juga dengan hatiku yang sedang menyusuri jauhnya perjalanan mendekati Allah  dan berhenti di halte-halte hidayah. Halte yang berisi penuh dengan pelangi. Terkadang pelangi itu berupa cahaya dan terkadang pula pelangi itu berupa air mata. Cahayanya menjadikanku lebih baik seperti saat ini dan air mata menjadikanku untuk lebih intropeksi diri.
***
            Bermula dari kisah keberangkatanku  ke sebuah pesantern modern yang terletak tak jauh dari Jawa Timur. Disitu aku menimba ilmu dengan teman-teman. Tertawa dan sedih bersama. Bersatu bagaikan sebuah keluarga. Saling menguatkan dan mengingatkan dalam kebaikan. Saling berbagi disaat kita merasa sangat sendiri. Namun, semua hal itu tak dapat mengubah hatiku yang beku. Tak bisa merubah sikapku yang kasar dan tak mampu melawan hawa nafsuku yang penuh dengan ego. Keberanianku untuk meninggalkan shalat fardhu, meninggalkan puasa sunah, mengobrol disaat tilawah dan terlambat dalam setiap kegiatan bahkan mengambil barang yang bukan hakku, membuat diriku ingin memberontak. Tak ada terbesit dalam hatiku sedikitpun untuk takut dengan kemurkaan Allah dan ‘azabnya. Tetapi, meskipun demikian, aku tetap dikenal sebagai anak yang penuh semangat, lucu, pintar dan  aneh. Sehingga keberadaanku bisa membawa segarnya keadaan di tengah rumitnya kehidupan pesantren.
            “Rin, ana tau anti punya masalah dirumah. Tapi bukan berarti anti harus seperti ini. Ana kasihan lihat anti tiap hari menjalankan hukuman. Di kelas, ana selalu bangunin anti. Tapi anti selalu tidur lagi. Apa anti tidak kasihan sama ayah anti yang sudah mencari uang untuk biaya sekolah anti disini? anti beruntung Rin, mungkin anti punya ayah dan ibu yang mampu membiayai anti, sedangkan orang tua ana harus menguras keringat mereka untuk mencari jalan keluar dari ekonomi yang melilit. Dengan itu, ana bertekad untuk belajar sungguh-sungguh disini. Ana janji gak mau mengecewakan mereka,” nasihat Diana sahabat sekamarku.“Udah deh, Di. Gak usah banyak ceramah. Urusin aja teman anti yang lain. Ngapain anti sibuk ngurusin ana. Toh, gak lama lagi ana akan keluar dari ‘penjara’ ini. Biar anti gak dibebankan lagi untuk sibuk-sibuk ikut campur masalah ana. Gak dipermalukan lagi dengan kenakalan ana yang akan menjelekkan anti sebagai ketua angkatan. Dan gak akan ada lagi Rini yang selalu membuat kalian kesal dan marah. Ana janji,” ucapku seraya berpaling meninggalkan Diana yang saat itu menangis mendengar kata-kataku.
            Dalam diamnya dia berdo’a Ya Allah Engkaulah yang mampu membolak balikkan hati kami, titip temanku Rini ya Allah, tugasku sudah selesai untuk menjaganya, menasehatinya dan mengingatkannya. Aku tak kuasa lagi untuk mengajak dia dalam jalan Mu. Bukan karena aku tak mampu. Tapi takdirMu yang akan memisahkan jarak kami. Tapi aku ikhlas dan yakin, suatu saat nanti ia akan berubah.
***
            Sekarang aku sudah berada di dunia luar. Bebas dari ‘penjara suci’ yang membelenggu dengan berbagai aturan hidup. Nampaknya bebas. Namun siapa yang menjamin masalah dalam hidup tidak akan muncul? Pesantren memang membuatku  berhijab, membuatku shalat sebagai kewajiban. Namun sikapku dalam merespon dunia masih seperti dulu.
            Suatu hari di rumah orang tuaku, pertengkaran itu kembali terjadi. “Apa juga anak pesantren, adik sendiri kok dipukulin. Gak pernah belajar cara berakhlak ya?,” bentak mama, ibu tiriku. “ Emangnya Rini pikirin. Salah sendiri ngapain gak bisa jaga anak yang benar. Didik anaknya  biar dia tau sopan santun sama kakaknya,” pintu kamar ku banting dengan kasar.
            Beberapa bulan kemudian, keributan itu kembali terulang. Kejadian ini terjadi disekolah saat aku masih SMA. Seorang teman laki-laki jatuh cinta padaku, namun karena kecemburaanya disaat aku berbicara dengan orang lain. Tanpa pikir panjang dia berkata,” Berapaan sih kamu semalam?” emosi ku memuncak, aku menunggunya pulang. Dan…..’prakkk’, aku berhasil menamparnya. Begitupun seterusnya, hari demi hari aku berhadapan dengan masalah, sehingga guru BK memanggilku diruangannya.
            Hatiku terus keras bagai batu. Tak pernah kudapatkan ketenangan hidup. Hubungan batinku dengan Allah sangat jauh. Namun, Allah tak pernah bosan untuk memberikan teguran padaku. Tetap memberikan rezeki meski aku tak berbagi. Tetap memberikanku sehat meski ku slalu penat untuk berdo’a.
            Sampai pada akhirnya, Allah mempertemukanku  dengan teman-teman yang shalehah. Bernaung dalam sebuah tarbiyah.  Di sebuah sekolah yang terbilang megah di tengah keramaian kota yang indah, kota Banda Aceh.
            “Umay, Ela, kita liqa’ yuk!”  ajakku pada sahabat terbaik. “Ia, aku hubungi kak Julia dulu ya,” balas Ela dari seberang telpon. Seperti itulah kegiatan kami setiap minggu. Mengisi kekosongan hati yang sudah sangat jauh dari Allah. Meski usaha itu penuh air mata.
            “Mau kemana?”Tanya ayah. “Ehmmm..pergi kajian yah,”Jawabku gugup. “Tidak boleh pergi. Di rumah saja. Ayah tidak mau kamu nanti jadi ikut-ikutan aliran sesat,”tegas ayah. “Tidak yah, kami belajar Al-qur….”  “Sudah berani membantah kamu ya? Sekali ayah bilang tidak, tetap tidak. Ayah tidak terima apapaun alasannya.
            Cobaan demi cobaan itu terus kuhadapi. Tapi aku merasa Allah semakin dekat dan membantuku menghadapi cobaan itu. Selalu ada jalan keluar. Tahajjud setiap malam pun tak henti. Rawatib dan tilawah sebagai penambah obat hati. Rasa sejuk selalu menyelimuti diri. Sampai suatu hari aku menangis karena sudah jatah bulanan, yang berarti aku tidak bisa sholat lagi. Sedih rasanya, jika sehari saja tidak bisa bermunajat diri, jauh dari sang Ilahi. Namun aku yakin jika kita berjalan mendekati Allah, Allah akan berlari mendekati kita. Bukan tempat yang menjamin diri kita berubah, Bukan tempat pula yang menjamin diri kita shalehah. Tapi hati, hatilah yang harus berpetualang mencari hidayah. Meski terkadang aku berhenti di halte hidayah, namun aku akan berusaha untuk terus mengejarnya, sampai suatu hari nanti aku berjumpa dengan Allah, menggapai ridhaNya dan menempati syurgaNya. Amin Ya Rabbal ‘alamin.
Penulis bernama Farah Febriani. Alamat FB  “Farah Febriani”. Alamat Email farahfebriani66@gmail.com. Dapat dihubungi dengan nomor HP 0852 7580 3544. Prestasi yang pernah penulis raih adalah dua puluh besar dalam lomba menulis untuk pemerintah tingkat SD se Banda Aceh . Juara 1 menulis “Surat Cinta untuk Guru” dan 260 naskah terbaik dalam lomba menulis puisi Nasionalisme tingkat Nasional.

setegar karang, setulus samudera



Setegar Karang, Setulus Samudera
            Pandanganku masih terpaku pada bingkai foto yang tertempel di dinding kamar kami. Sudah 10 tahun kami menikah, dan kami masih menunggu kehadiran seorang anak untuk mengisi kelengkapan rumah tangga kami. Tiada malam yang kulalui tanpa bertahajud dan senantiasa memohon kepada Nya. Dialah Allah yang menitipkan dan mengambil titipannya. Namun, aku sangat bersyukur dipertemukan dengan Muhammad, suamiku. Tidak pernah sedetik pun ia mengeluhkan kejadian ini. Ia tetap setia menerima semua kekuranganku. Ia lelaki yang hampir sempurna dipandanganku. Sosoknya penyayang, sabar dan rajin membuat banyak orang kagum kepadanya. Terlebih ibadahnya yang selalu istiqamah. Terimakasih Ya Allah….
            “Bidadariku, mengapa gerangan engkau melamun? Apa salahku kepadamu wahai adinda?” terdengar suara lembut dibalik daun pintu. Tersentak lamunanku buyar dan melirik kearah daun pintu. “Astaghfirullah, Jannah tidak menyadari kehadiran Muhammad disini. Silahkan masuk dan duduklah disamping Jannah”.  Setelah Muhammad duduk, Jannah menyambung pembicaraannya. “Wahai Muhammad, imamku…Aku telah bertemu  dengan seorang wanita yang shalihah, cantik lagi baik hatinya. Siapapun akan senang memandangnya. Ia baru saja pulang dari Syiria. Ia adalah teman karibku disaat kami kuliah. Aku mengenalnya dengan baik.  Bolehkah aku memohon suatu hal padamu, suamiku? Bukankah selama ini aku belum pernah memohon apapun darimu, namun untuk kali ini aku sangat berharap engkau bersedia memenuhinya,” pintaku dengan wajah memelas.
            Kring..kring… Tiba- tiba saja telpon rumah berdering. Aku segera beranjak dari kamar menuju ruang tamu. “Assalamu’alaikum, ini dengan Jannah. Dengan siapa disana?” sapaku pada si penelepon. “Wa’alaikumussalam, ini Raudah. Bagaimana kabarmu? Aku ingin kita berjumpa dan membicarakan sesuatu.” “Baik Raudah, kita berjumpa di kantorku besok siang jam 12, bagaimana?”jawabku. “Baiklah, insya Allah. Senang bertemu Jannah lagi. Aku sudah sangat rindu”. “Begitupun diriku, Raudah, baiklah sampai jumpa besok. Assalamu’alaikum,” tanganku meletakkan gagang telpon, mengakhiri pembicaraanku dengan Raudah.
***
            “Jannah, aku masih resah memikirkan permintaanmu dua minggu yang lalu. Permintaanmu itu sangat sulit aku jawab. Aku sadar, dahulu aku memang pernah mengagumi Muhammad. Tapi itu terjadi sepuluh tahun yang lalu, disaat kita masih sama-sama kuliah. Muhammadlah sosok pendamping yang aku inginkan untuk menjadi pendampingku. Tapi setelah aku tahu, cinta Muhammad untuk seseorang yang juga sangat aku sayangi, aku memilih mundur. Dan setelah aku melanjutkan studi ke Syiria, Alhamdulillah aku sudah bisa melupakan perasaan itu. Karena kebahagiaanku ketika sahabatku juga bahagia,”senyum Raudah menambah cahaya di wajahnya.
            “Raudah, jika kau ingin melihat sahabatmu bahagia. Aku mohon, menikahlah dengan suamiku, Muhammad. Aku hanya ingin melihat kebahagiaan di wajahnya. Coba kamu bayangkan Raudah, suami mana yang tidak ingin memiliki keturunan dari sebuah pernikahan? Meski selama ini ia tidak pernah membahas tentang seorang anak di hadapanku, karena ia tidak ingin aku teriris oleh pembicaraan  itu. Aku yakin, Raudah. Insya Allah Muhammad juga akan memenuhi permintaanku untuk menikahimu. Engkau tidak usah khawatir. Masalah persiapan pernikahan semua akan aku persiapkan. Raudah….kebahagiannya adalah kebahagiaanku. Aku mohon…”buliran air mata mulai membasahi pipiku. “Baik, jika ini yang bisa aku lakukan untuk menolongmu, aku bersedia,”ucap Raudah padaku. Akhirnya tangis kami pun pecah. Kamipun saling berpelukan untuk menguatkan satu sama lain.
            Sungguh perasaan bahagia itu mengalir di darahku. Tangis bahagia untuk  dua orang yang kucintai, kebahagiaan sahabatku dan juga suamiku sebentar lagi akan menjadi kenyataan. Meski hati ini harus berkorban, biarlah Allah yang akan membalas dengan kebaikan, bisikku dalam hati.
            Setiba dirumah, aku menceritakan semua hal yang telah aku rencanakan sebelumnya. Awalnya Muhammad juga shok dengan pernyataanku. Namun aku berhasil membujuknya dengan alasan yang baik.  Setelah itu aku dan Raudah pergi berbelanja mempersiapkan acara akad dan walimah mereka.
            Dua minggu kemudian akad berlangsung. Muhammad mengucapkan ijab qabul dengan sangat baik. Hatiku menagis bahagia. Seakan aku melihat kembali potert pernikahanku dengannya 10 tahun silam. Tiba-tiba aku mulai  merasa mual. Aku berlari ke kamar mandi. Aku heran, padahal tadi pagi aku sudah sarapan. Akhirnya setelah acara akad selesai. Kami bertiga pulang kerumah. Aku menerima Raudah sebagai anggota keluarga baru kami. Ya, kamar kami terpisah. Dan kami bersama-sama melayani Muhammad. Muhammad pun sangat adil. Ia memberikan nafkah lahir batin secara bergantian.
            Dalam diam, aku tiba-tiba datang untuk memeriksakan diri ke dokter. “Selamat bu, ternyata ibu hamil. Dan usia kandungannya sudah beranjak tiga bulan. Namun sangat disayangkan ibu mengidap kanker hati, ibu harus banyak istirahat agar janin ibu bisa selamat,” ucap dr. Lina. “Alhamdulillah, puji syukur pada Allah setelah sekian lama penantian, Allah mengabulkan do’a saya. Terimakasih banyak dokter. Saya permisi dulu. Assalamu’alaikum,” pamitku pada dr. Lina. Karena terlalu senang, aku langsung mencari mushala dan sujud syukur, aku tak lagi menghiraukan penyakit kanker yang ada di dalam tubuhku.
***
Enam bulan kemudian…
            “Subhanallah anak abi..perempuan cantik seperti ibunya,” suara Muhammad tepat disampingku. Setelah diazankan Muhammad menggendong bayi kami. Ada Raudah tepat disampingnya, wajahnya cerah melihat kebahagiaan sahabatnya. Ia tahu, selama ini yang mereka nantikan adalah kehadiran seorang anak. Tiba-tiba aku merasakan sakit yang luar biasa dan tak tertahankan lagi. Aku merasa ajalku sudah semakin dekat. “Abi…Raudah…kemarilah. Jannah merasa ajal Jannah sudah semakin dekat. Anak perempuan ini akan kutitipkan kepada kalian. Jagalah ia dan didiklah ia menjadi anak yang shalihah. Jagalah hubungan kalian. Aku do’akan kalian tetap bersama dunia akhirat. Laaa…Ilaaha…Illallah…,”aku menutup mataku untuk istirahat yang panjang setelah sempat meletakkan tangan Muhammad di atas tangan Lina.
            Wajah Muhammad dan Raudah berubah menjadi tangis kesedihan. Mereka tidak menyangka Jannah pergi secepat itu. Akhirnya mereka memberi nama “Raudatul Jannah” kepada si bayi, untuk mengenang ibunya yang telah wafat. Selamat tinggal Jannah, dirimu setegar karang, hatimu setulus samudra akan selalu kami kenang dan menjadi teladan bagi anakmu kelak.
Penulis bernama Farah Febriani,. Berasal dari kota Banda Aceh. Prestasi dalam menulis diraih juara 1 dalam lomba menulis surat cinta untuk guru pada ulang tahun PGRI. Dan pernah lolos dalam lomba puisi Nasional. Penulis bisa dihubungi dengan kontak di bawah ini :
No. HP            :           0852 7580 3544
Email               :           Farahfebriani66@gmail.com
FB                   :           Farah Febriani

Selasa, 06 Mei 2014

Pemimpin Perempuan, antara kodrat dan tanggung jawab



“Jika Aku Menjadi Pemimpin Perempuan”

            Perempuan? Ada hal yang terbesit dibenak kita, khususnya masyarakat tentang 9 huruf  tersebut. Mungkin jawabannya ada dari sejarah yang telah dirasakan oleh kaum perempuan, jauh di abad ketika Rasulullah lahir. Bisa kita imajinasikan seakan film layar lebar yang terputar di sebuah bioskop.
            Dahulu kala, perempuan itu sangat tidak dihargai, sering dilecehkan, bahkan sering dikubur hidup-hidup. Sangat disayangkan. Ketika yang seharusnya kodrat wanita itu adalah membutuhkan kasih sayang dan perhatian yang lebih. Butuh juga dorongan dan dukungan dari sekitarnya.
            Mengulang kembali sedikit kisah Umar ketika sedang duduk bersama Rasullah. “Wahai Umar, ceritakanlah kepadaku suatu hal yang bisa membuatku menangis, pinta Sang Rasul. Lalu Umar menjawab,”Dahulu disaat aku mempunyai seorang anak perempuan, aku mengajaknya ke sebuah tempat. Lalu aku pun menggali tanah dengan maksud untuk menguburnya hidup-hidup. Namun ketika setiap galian tanah yang ku gali mengenai baju anakku, dia pun mengusap bajuku. Lalu setelah galian terakhir itu selesai aku kerjakan,  lalu aku mendorongnya hingga ia terjatuh ke dalam lubang itu sambil menangis”. Lalu Rasulullah pun meneteskan air matanya.
            Perlu diketahui, bahwasanya kejadian itu Umar lakukan ketika ia belum masuk ke dalam agama islam. Namun setelah agama islam lahir, sang utusan amat sangat menghargai dan menyanjung seorang wanita. Contoh lain, ketika Rasulullah menikah dengan Khadijah, maharnya adalah 100 ekor unta berwarna merah. Sungguh Rasulullah sangat memuliakan seorang wanita.
            Namun ternyata kepedihan yang dirasakan oleh perempuan atau wanita tidak hanya sampai disitu. Di Indonesia sendiri, pada masa penjajahan, perempuan juga sering menjadi korban penganiayaan dan bahkan kekerasan seksual oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Pada zaman itu pula perempuan dilarang untuk pergi mengecap pendidikan yang tinggi. Sangat disayangkan, jika kita melihat hakikatnya perempuan itu adalah tempat pembelajaran yang baik bagi anak-anaknya. Jikalau sang ibu tidak mengecap pendidikan, bagaimana nasib kecerdasan anak-anaknya? Serta bagaimana nasib bangsa ini?
            Oleh karena itu, setelah Rasulullah, beberapa abad kemudian lahirlah seorang wanita yang sangat memperjuangkan nasib kaum perempuan. Beliau tak lain dan tak bukan adalah R.A Kartini dengan judul bukunya “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang sebenarnya diadopsi dari Al-quran surah Al-baqarah “minadzdzulumaati ilan nuur” .Dan juga ada salah seorang pelopor pendidikan islam yaitu Rahmah El-Yunisiyyah, yang dengan gigihnya belajar dan menimba ilmu untuk diajarkan kembali kepada anak-anak Indonesia.
            Jika kita menimbang lebih mendalam, sungguh sangat besar kiprah perempuan dalam kemajuan Negara. Bahkan ada yang mengatakan “Baiknya sebuah bangsa, tergantung kepada akhlak kaum perempuannya, jikalau perempuan itu baik maka baiklah bangsa itu”.
            Kisah menarik dari seorang presiden kita yang ketiga, Pak Habibi. Yang selalu mengatakan bahwasanya dibalik kesuksesan seorang laki-laki pasti ada peran perempuan di belakangnya. Bagaimana tidak? Disana ada ibu yang melahirkan dan mendidik hingga ia bisa menjadi orang terpandang di Indonesia dan juga ada seorang istri yang selalu setia mendampingi suaminya dan rela berkorban demi Negara, beliau adalah Almh. Ibu Ainun.
            Mari sejenak mengulang sejarah,dimana dahulu dalam masa Indonesia masih berbentuk kerajaan-kerajaan. Aceh pernah dipimpin oleh Ratu Safiatuddin.seorang ratu yang hebat. Dengan cara berpolitik yang diakui oleh masyarakat dizamannya. Hal itu membuktikan bahwa diluar rumah tangga, tidak ada larangan seorang perempuan untuk memimpin.
            Itu hanya sebagian kecil kisah yang bisa saya sampaikan dalam tulisan ini. Masih terlalu banyak cerita tokoh-tokoh yang sudah berjuang untuk wanita, pendidikan wanita, baik di dunia maupun di Indonesia sendiri.
            Nah dari beberapa cerita diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwasnya, perempuan itu pada hakikatnya sangat mulia, memiliki banyak bakat dan potensi. Hanya saja terkadang karena budaya yang sudah terbentuk dalam masyarakat dan  terlebih lagi stereotip bahwasanya wanita itu lemah, berperasaan, dan tidak boleh memimpin berkembang menjadi suatu stigma negatif dan menjadi perbincangan yang hangat di tengah masyarakat. Ketiga stereotip diatas memang benar. Sekuat-kuatnya wanita pada hakikatnya dia lemah. Wanita juga sering mengatakan “saya rasa”, dibandingkan dengan laki-laki yang mengatakan “saya pikir”. namun untuk konteks memimpin, hal itu bukan suatu masalah, asalkan wanita ini bisa menempatkan diri pada situasi yang tepat.
            Pada awalnya saya adalah seorang perempuan yang tidak suka dengan politik, namun saya sadari bahwasanya dengan politik inilah islam berkembang. Oleh karena itu jika seandainya saya diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat, saya akan melakukan rancangan-rancangan program kerja yang mudah-mudahan diberi kemudahan oleh Allah agar semuanya terwujud.
1.    Pemenuhan hak kesehatan reproduksi dan seksualitas (HIV/AIDS, AKI, sunat perempuan, perkawinan anak)

            Dalam hal ini perempuan dan laki-laki mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh kesehatan. Sangat beruntung sekarang pemerintah telah mengeluarkan BPJS kesehatan, dimana para masyarakat yang ekonominya kebawah dapat berobat tanpa harus memikirkan biaya yang mahal. Kita bisa menggerakkan tenaga medis dan komisi pemberdayaan perempuan dalam sosialisasi kesehatan dan reproduksi agar mereka tahu dan mau memeriksakan diri ke dokter terkait dengan masalah kesehatan seperti terkait wabah virus yang menular HIV/AIDS, dimana yang terancam terserang penyakit ini adalah ibu rumah tangga yang suaminya sering “jajan” di luar rumah. Sangat disayangkan mereka yang tidak tahu menahu lalu tiba-tiba terserang penyakit ini. Dan ingatlah bahwa bukan orangnya yang perlu kita jauhi tapi virusnya yang harus kita hindari.
            Selain itu perlu pemeriksaan kanker sejak dini dengan SADARI, dan kanker serviks yang sangat mengancam wanita Indonesia. Sosok pemimpin perempuan juga harus terjun ke desa-desa dimana kemungkinan ilmu pengetahuan belum sampai kepada mereka. Dari situlah dibutuhkan pemimpin yang berjiwa sosial tinggi terhadap masyarakat. Dan tentunya pemimpin perempuan bisa lebih tau dan lebih mengerti permasalahan yang dialami oleh kaum perempuan sendiri. Ada hal-hal yang memang hanya bisa dibicarakan sesame perempuan. Diperlukan juga keterbukaan dari masyarakat kepada pemimpinnya dan begitu juga sebaliknya.
            Sunat terhadap perempuan juga sudah bisa digratiskan agar semua masyarakat bisa menyunatkan anak perempuannya. Dan masalah perkawinan anak, jelas-jelas sekarang sudah ada batasan umurnya di Indonesia, jadi barang siapa yang melanggar pasti akan dikenakan sanksi perkindungan anak.

2.    Pemenuhan hak atas pendidikan

            Sekarang kita tidak hidup di zamannya ibu Kartini lagi. Dimana perempuan itu tugasnya hanya sumur, dapur dan kasur. Sekarang banyak wanita yang sudah beranjak dari rumahnya untuk menuntut ilmu. Bukankah ibu adalah tempat pembelajaran terbaik dan pertama bagi ank-anaknya? Jika sang ibu tidak berilmu, bagaimana ia bisa menciptakan generasi penerus bangsa? Meski ilmu saja tidak cukup, akhlak yang baik juga perlu sebagai pengiringnya.
            Bahkan menurut pandangan saya, mayoritas juara kelas pada zaman ini banyak dipegang oleh kaum wanita. Hal ini membuktikan bahwa wanita atau perempuan itu berbakat dan cerdas. Perempuan juga bisa mengejar cita-cita layaknya kaum laki-laki. Di zaman Rasulullah pun, perempuan tidak dilarang menuntut ilmu. Dan faktanya zaman sekarang pemerintah juga sudah peduli dengan pendidikan kaum perempuan. Kita hanya tinggal melanjutkan visi dan misi pemerintah untuk terus memajukan pendidikan kaum perempuan.

3.    Penghentian Kekerasan terhadap Perempuan (kekerasan seksual, kekerasan berbasis struktural, berbasis agama, trafficking)

            Kalau dalam hal ini, masih terdapat banyak kasus di tengah masyarakat. Karena stigma masyarakat bahwasanya perempuan itu lemah dan laki-laki kuat. Memang pada faktanya laki-laki memiliki kekuatan lebih daripada wanita. Mungkin sedikit solusi untuk menanggulanginya adalah dengan mengajarkan bela diri pada anak perempuan. Masih banyak kita temui bahwasanya kurangnya kemauan untuk para gadiis terutama dalam mengikuti kegiatan bela diri. Apakah itu silat, taekwondo, karate dll. Paling tidak hal ini adalah salah satu benteng pertahanan jikalau perempuan ingin dijahati oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
            Khususnya bagi orang tua untuk lebih memperhatikan anak perempuannya. Melarang anak perempuannya keluar rumah jika tidak terlalu penting dan menganjurkan untuk berpakaian sopan agar mengurangi kejahatan tersebut. Untuk kekerasan dalam rumah tangga, mungkin lebih baik dicegah sebelum terjadi dengan cara mengenali dahulu pasangan kita sebelum menikah. Namun jikalau sudah terjadi bisa langsung dilaporkan kepada pihak berwajib. Dan seandainya kita menerapkan hukum seperti dinegara Arab, yaitu tangan dibalas dengan tangan, kaki dibalas dengan kaki, kemungkinan besar banyak suami-suami yang akan lebih berhati-hati dalam melakukan kekerasan terhadap istrinya. Kembali ke pernyataan tadi bahwasanya stereotip dalam budaya kita bahwa laki-laki itu kuat dan perempuan lemah yang membuat mereka sewenang-wenang terhadap kaum perempuan.

4.    Penghentian pemiskinan perempuan dan kelompok marginal  (perempuan perbatasan, terpencil dan disabilitas) melalui Perlindungan Sosial

            Dalam hal ini, sangat dibutuhkan peran pemerintah. Karena ini tidak hanya tugas individu, melainkan tugas kita bersama. Saya sangat ingin menciptakan lapangan pekerjaan yang layak bagi perempuan yang sesuai dengan kodrat perempuan. Bisa menjahit, menyulam, merajut, membuat kerajinan tangan dll. Agar kaum perempuan Indonesia tidak harus mencari penghasilan ke negri  orang. Pada hakikatnya, hal ini mengancam dirinya dan nyawanya. Faktanya akhir-akhir ini banyak TKW khususnya yang menjadi korban aniaya bahkan hampir meninggal atau benar-benar meninggal. Sangat disayangkan nasib mereka. Padahal, niat mereka baik  yaitu ingin bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga. Sangat perlu dibentuk badan khusus dalam melindungi hak-hak perempuan.
            Dan tidak ada batasan bagi para perempuan penyandang disabilitas untuk bekerja layaknya orang normal, karena mereka juga manusia yang diciptakan dengan keistimewaan tersendiri. Yang seharusnya kita berkaca kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang menginspirasi. Mereka saja bisa menjalani hidup, mengapa kita tidak?

5.    Perlindungan perempuan dalam situasi konflik, Bencana  serta  Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam

            Akhir - akhir ini sedang maraknya konflik terjadi bukan saja secara nasional tetapi juga Internasional. Lagi-lagi yang menjadi korban psikologis adalah perempuan. Jikalau laki-laki, berperang bukanlah hal asing bagi mereka. Namun jikalau perempuan, hal ini adalah sesuatu yang ingin dijauhi. Meski tidak menutup kemungkinan ada beberapa perempuan yang sangat berani dan tidak takut mati demi membela agama dan Negara. Dan merekalah para syuhada pemberani. Namun saya sebagai perempuan, tidak suka melihat peperangan, begitu juga dengan kebanyakan perempuan lainnya. Trauma psikologis juga banyak diderita oleh perempuan yang hatinya sangat sensitive terhadap masalah konflik.
            Begitu juga dengan bencana. Contohnya tsunami yang lalu,  banyak sekali perempuan yang menjadi pasien RSJ akibat trauma psikologis mereka. Nah, disini sangat berguna peran psikologis terutama perempuan yang dapat menyentuh dari hati ke hati, saling memahami, menebar senyuman demi bangsa yang lebih baik.
            Dalam pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam, peran perempuan juga sangat dibutuhkan. Mereka mampu bercocok tanam layaknya laki-laki. Mereka juga mampu menata kota. Banyak keahliandari seorang perpuan jika mereka dididik dan diajarkan.

6.    Pemenuhan hak atas pekerjaan yang layak bagi perempuan (Perlindungan Buruh Migrant, PRT, PRT Migran, Sektor Informal, Buruh Perempuan)

            Hal ini sudah dibahas sekilas di atas. Jikalau pemimpin mampu memberikan lapangan kerja yang layak, otomatis buruh migran atau TKW akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Hal itu juga akan mengurangi tingkat kemiskinan. Dan terlebih penting, perempuan dapat membantu suaminya dalam menghidupi rumah tangganya. Disini sudah terlihat bahwasanya perempuan adalah sosok yang multitalenta. Hampir semua peranan bisa ia jalankan. Sebagai ibu bagi anak-anaknya. Sebagai seorang istri bagi suaminya. Sebagai seorang pendidik, pahlawan, pekerja dll. Untuk itu, saya sangat ingin memperhatikan hal ini.meski saat ini saya belum mampu berbuat apa-apa untuk negri ini. Tapi saya sakin. Bersama, kita bisa.
            Dan harus ada perlindungan khusus bagi pekerja-pekerja yang bermigrasi atau berada di Negara orang. Hal ini demi keselamatan mereka sebagai warga Negara Indonesia dan salah satu bentuk kepedulian kita kepada buruh-buruh lemah yang membutuhkan keamanan dan terpenuhinya hak-hak mereka.

7.    Perlindungan atas kebebasan berkeyakinan dan beragama

            Saya rasa dalam hal ini, Indonesia sudah menerapkan hak untuk kebebasan beragama. Tidak ada paksaan bagi seseorang untuk memeluk agama yang tidak ia yakini. Namun masih terjadi fenomena-fenomena pemaksaan secara alam bawah sadar. Dimana seseorang mengajak orang lain untuk mengasuk kedalam agamanya dengan cara yang tidak dibenarkan. Hal ini yyang seharusnya tidak boleh dilakukan. Antar umat beragama tidak boleh saling menghina atau memaksa. Yang seharusnya terjalin adalah rasa saling menghargai. Sebab di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam agama. Untuk itu saya ingin para pemerintah bekerja sama dengan masyarakat untuk fokus terhadap masalah ini. Agar peribadatan antar umat beragama tidak terganggu.

8.    Hak Politik Perempuan (Hak Beroganisasi, Partisipasi pengambilan keputusan , Kewarganegaraan)

            Dalam hal ini sudah saya jelaskan diatas, bahwasanya tidak ada batasan khusus atupun larangan seorang perempuan berkiprah dan terjun kedunia politik. Faktanya kita sudah melihat bahwa sekarang sudah ada organisasi yang diketuai langsung oleh perempuan. Dan banyak juga instansi yang kepalanya atau direkturnya adalah perempuan. Disini membuktikan bahwasanya perempuan juga bisa cerdas seperti laki-laki. Satu hal yang tidak bisa disaingi oleh perempuan yaitu hanya “Kepala Rumah Tangga”. Tetapi kalau kepala yang lainnya seperti kepala sekolah perempuan bisa melakukannya. Begitu juga dengan berorganisasi, mengeluarkan pendapat, dan kewarganegaraan. Saya sangat ingin menyamakan antara hak perempuan dan laki-laki dalam hal ini, jika kelak saya dinobatkan menjafi seorang pemimpin. Sampai sekarang saya masih belum menemukan jawaban mengapa Jakarta disebut sebagai “Ibu Kota” dan bukan “ayah kota”? mungkin ada sesuatu keistimewaan dari diri perempuan sehingga bisa seperti itu. Jadi tidak ada alasan lagi bagi para pemimpin untuk membatasi gerak lingkup kaum wanita sebagai warga Negara dalam berorganisasi, pemilu, berpolitik asal mereka tidak lari dari kodrat mereka sebagai seorang anak, seorang ibu bahkan seorang istri di  dalam keluarganya.

9.    Penghapusan produk hukum yang diskriminatif  terhadap perempuan dan kelompok minoritas

            Mungkin kita masih mendapatkan hukum-hukum di Indonesia yang diskriminatif terhadap kaum perempuan maupun kelompok minoritas. Masih terngiang dalam benak saya, suatu kasus dimana seseorang mengambil uang 1000 rupiah atau mencuri seekor ayam di dalam masyarakat lalu dikenakan hukuman beberapa bulan dalam penjara. Lalu apa kabar, mereka para koruptor yang katanya mengambil uang rakyat hingga tak terhitung jumlahnya.? Tapi mendekam dalam penjara yang mewah bak hotel bintang lima? Ini sangat tidak adil. Dimana keadilan dalam negeri ini. Apakah hanya karena mereka itu miskin, lalu mencuri uang hanya demi sesuap nasi? Sedangkan mereka yang kaya, bisa membayar hukum dengan uang? Sangat menyedihkan.
            Patut bagi kita sebagai salah satu calon pemimpin perempuan untuk mempertimbangkan hal ini dalam-dalam. Urusan mencuri uang rakyat memang tanggung jawab mereka dengan Tuhan. Karena mereka bisa berdusta dihadapan manusia, tapi dihadapan Tuhan sedikitpun tak bisa berpaling. Semoga saja mereka sadar dan bertaubat. Karena uang haram tak akan membawa berkat.

10. Penghentian korupsi
           
            Saat ini, sangat sulit membedakan mana yang benar-benar jujur dan mana berdusta. Mana yang manjadi realita dan mana yang menjadi korban fitnah. Korupsi bukanlah hal baru dalam perpolitikan Indonesia. Hal ini yang membuat tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemimpin menjadi berkurang. Sangat minim kita temukan pemimpin yang jujur, adil dan bersih. Hal ini juga yang membuat timbulnya stigma di masyarakat bahwasanya politik itu kotor. Padahal politik itu tidak kotor. Tetapi ada tangan-tangan orang yang tidak bertanggung jawab yang telah mengotorinya. Semakin merebaknya kasus korupsi Indonesia di koran, media massa membuat sebagian orang  tertarik menjadi pemimpin. Sebagian orang itu ingin benar-benar memberantas korupsi.
            Tapi yang saya khawatirkan, dengan pemberitaan di televisi dan media massa yang secara tidak kita sadari menyatakan bahwa “seorang koruptor dengan mudahnya menjadi orang kaya, dalam penjara pun hidupnya serba kecukupan” dapat menarik atau mengajak orang lain melakukan hal yang sama. Mungkin terdapat sisi positifnya yaitu agar para koruptor itu malu dengan hal yang telah diperbuatnya. Tapi dalam kenyataannya apakah para koruptor itu sekarang berkurang atau malah semakin bertambah? Memang kita tidak bisa menghakimi mereka menurut pandangan kita. Karena mungkin saja saat itu mereka khilaf atau bahkan ada faktor lain yang membuat mereka melakukan hal itu. Salah satu faktornya adalah istri dan anak. Lagi-lagi perempuan. Jadi peran perempuan sangat besar disini. Kita sebagai perempuan, mungkin harus banyak bersyukur atas apa yang telah kita punya saat ini. Karena jika kita terlalu banyak menuntut kepada suami, namun suami tidak mampu maka korupsi ini bisa saja terjadi. Tanyakan kepada mereka, rezeki yang mereka dapatkan berasal dari mana? Bersyukur dengan menerima kemampuan mereka dalam menafkahi kita. Tidak menuntut lebih dari apa yang tidak bisa mereka penuhi. Dan yang paling penting berilah nasihat kepada mereka jika mereka berbuat salah. Jika para istri melakukan hal ini, bisa saja korupsi sekecil apapun dalam sebuah kantor atau dalam kenegaraan sekalipun bisa berkurang.
            Mungkin sedikit solusi yang saya berikan adalah agar kita mencontoh salah satu  negara yang penduduknya sangat banyak, yaitu Cina. Di Cina, bagi seorang pemimpin telah disediakan satu peti mati. Jadi jika seorang pemimpin itu korupsi maka peti mati telah menantinya. Jadi hal itu menjadi pelajaran bagi para pemimpin maupun masyarakatnya untuk tidak korupsi. Dan sekarang Cina sudah bisa terhitung sebagai Negara yang maju. Pasarnya sudah mencapai Internasional. Mereka juga mempunyai warga-warga yang cerdas dan siap bersaing di bidang akademik maupun olahraga. Dan saya sangat yakin, Indonesia bisa seperti itu. Jika ada kemauan pasti ada jalan. There is a will there is a way. Bahkan ada sebuah pepatah mengatakan“tuntutlah ilmu meski ke negri Cina”. Jadi tidak salah jika kita mencontoh yang baik-baik dari negri tersebut.

            Dan sekali lagi saya tegaskan bahwasanya berbicara itu mudah dan tentunya praktiknya dalam lingkungan adalah butuh kesabaran dan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Tiada kesuksesan yang diraih secara instan. Semuanya butuh pengorbanan. Pemimpin pun sejatinya tidak bisa berjalan sendiri. Meski ia memiliki para bawahannya, namun peran masyarakat akan lebih berarti untuk kemajuan bangsa Indonesia.
            Teringat seorang laki-laki yang berkata,”Mengapa perempuan itu kurang baik jika menjadi seorang pemimpin?” Mungkin dikarenakan seorang perempuan jika dinobatkan menjadi seorang pemimpin, ia akan egois dan bangga dengan kepemimpinannya. Mungkin hal itu yang menyebabkan sebuah hal yang tabu di kalangan masyarakat kita apabila seorang pemimpin itu berasal dari kaum hawa. Bahkan perempuan pun lebih cenderung memilih laki-laki dibandingkan perempuan saat pemilu berlangsung. Jadi, sangat disayangkan kalau tidak ada perwakilan perempuan dikalangan pemimpin itu sendiri.
            Contoh mudahnya saja saat terjadinya tsunami di Aceh dan sekitarnya. Jika semua pemimpin berasal dari kaum Adam, sedangkan para perempuan yang terkena musibah saat itu memerlukan pembalut. Pembalut tidak dapat ditemukan pada saat itu dikarenakan kerusakan parah setelah musibah tsunami. Apakah ada yang dapat memikirkan hal itu selain kaum perempuan sendiri? Maka dari itu sangat diperlukan minimal adanya wakil rakyat yang berasal dari perempuan.
            Terinspirasi dari tokoh wakil rakyat perempuan. Beliau salah satu pelopor penggerak jilbab di masa mudanya. Beliau juga dengan gagah berani masuk ke tanah Palestina yang sangat mengancam nyawanya. Pada saat tsunami pun beliau membawa pakaian dan peralatan yang dibutuhkan bagi para pengungsi khususnya perempuan. Oleh karena itu, marilah kita sebagai kaum perempuan menjadi Kartini Modern di abad 21 ini. Untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, adil, berdaulat dan makmur demi menyongsong Indonesia yang maju.


Biodata Penulis

Nama             :           Farrah Pebriani
Alamat            :           Jln. Jeumpa No.7 Ie Masen Kayee Adang Banda Aceh, 23116
Universitas    :           Syiah Kuala
Nomor Hp      :           0852 7580 3544
Email              :           Farahfebriani66@gmail.com