“Jika Aku Menjadi
Pemimpin Perempuan”
Perempuan?
Ada hal yang terbesit dibenak kita, khususnya masyarakat tentang 9 huruf tersebut. Mungkin jawabannya ada dari sejarah
yang telah dirasakan oleh kaum perempuan, jauh di abad ketika Rasulullah lahir.
Bisa kita imajinasikan seakan film layar lebar yang terputar di sebuah bioskop.
Dahulu kala, perempuan itu sangat
tidak dihargai, sering dilecehkan, bahkan sering dikubur hidup-hidup. Sangat
disayangkan. Ketika yang seharusnya kodrat wanita itu adalah membutuhkan kasih
sayang dan perhatian yang lebih. Butuh juga dorongan dan dukungan dari
sekitarnya.
Mengulang kembali sedikit kisah Umar
ketika sedang duduk bersama Rasullah. “Wahai Umar, ceritakanlah kepadaku suatu
hal yang bisa membuatku menangis, pinta Sang Rasul. Lalu Umar menjawab,”Dahulu
disaat aku mempunyai seorang anak perempuan, aku mengajaknya ke sebuah tempat.
Lalu aku pun menggali tanah dengan maksud untuk menguburnya hidup-hidup. Namun
ketika setiap galian tanah yang ku gali mengenai baju anakku, dia pun mengusap
bajuku. Lalu setelah galian terakhir itu selesai aku kerjakan, lalu aku mendorongnya hingga ia terjatuh ke
dalam lubang itu sambil menangis”. Lalu Rasulullah pun meneteskan air matanya.
Perlu diketahui, bahwasanya kejadian
itu Umar lakukan ketika ia belum masuk ke dalam agama islam. Namun setelah
agama islam lahir, sang utusan amat sangat menghargai dan menyanjung seorang
wanita. Contoh lain, ketika Rasulullah menikah dengan Khadijah, maharnya adalah
100 ekor unta berwarna merah. Sungguh Rasulullah sangat memuliakan seorang
wanita.
Namun ternyata kepedihan yang
dirasakan oleh perempuan atau wanita tidak hanya sampai disitu. Di Indonesia
sendiri, pada masa penjajahan, perempuan juga sering menjadi korban
penganiayaan dan bahkan kekerasan seksual oleh oknum-oknum yang tidak
bertanggung jawab. Pada zaman itu pula perempuan dilarang untuk pergi mengecap
pendidikan yang tinggi. Sangat disayangkan, jika kita melihat hakikatnya
perempuan itu adalah tempat pembelajaran yang baik bagi anak-anaknya. Jikalau
sang ibu tidak mengecap pendidikan, bagaimana nasib kecerdasan anak-anaknya? Serta
bagaimana nasib bangsa ini?
Oleh karena itu, setelah Rasulullah,
beberapa abad kemudian lahirlah seorang wanita yang sangat memperjuangkan nasib
kaum perempuan. Beliau tak lain dan tak bukan adalah R.A Kartini dengan judul
bukunya “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang sebenarnya diadopsi dari Al-quran
surah Al-baqarah “minadzdzulumaati ilan nuur” .Dan juga ada salah seorang
pelopor pendidikan islam yaitu Rahmah El-Yunisiyyah, yang dengan gigihnya
belajar dan menimba ilmu untuk diajarkan kembali kepada anak-anak Indonesia.
Jika kita menimbang lebih mendalam,
sungguh sangat besar kiprah perempuan dalam kemajuan Negara. Bahkan ada yang
mengatakan “Baiknya sebuah bangsa, tergantung kepada akhlak kaum perempuannya,
jikalau perempuan itu baik maka baiklah bangsa itu”.
Kisah menarik dari seorang presiden
kita yang ketiga, Pak Habibi. Yang selalu mengatakan bahwasanya dibalik
kesuksesan seorang laki-laki pasti ada peran perempuan di belakangnya.
Bagaimana tidak? Disana ada ibu yang melahirkan dan mendidik hingga ia bisa
menjadi orang terpandang di Indonesia dan juga ada seorang istri yang selalu
setia mendampingi suaminya dan rela berkorban demi Negara, beliau adalah Almh.
Ibu Ainun.
Mari sejenak mengulang
sejarah,dimana dahulu dalam masa Indonesia masih berbentuk kerajaan-kerajaan.
Aceh pernah dipimpin oleh Ratu Safiatuddin.seorang ratu yang hebat. Dengan cara
berpolitik yang diakui oleh masyarakat dizamannya. Hal itu membuktikan bahwa
diluar rumah tangga, tidak ada larangan seorang perempuan untuk memimpin.
Itu hanya sebagian kecil kisah yang
bisa saya sampaikan dalam tulisan ini. Masih terlalu banyak cerita tokoh-tokoh
yang sudah berjuang untuk wanita, pendidikan wanita, baik di dunia maupun di
Indonesia sendiri.
Nah dari beberapa cerita diatas,
kita dapat mengambil kesimpulan bahwasnya, perempuan itu pada hakikatnya sangat
mulia, memiliki banyak bakat dan potensi. Hanya saja terkadang karena budaya
yang sudah terbentuk dalam masyarakat dan
terlebih lagi stereotip bahwasanya wanita itu lemah, berperasaan, dan
tidak boleh memimpin berkembang menjadi suatu stigma negatif dan menjadi
perbincangan yang hangat di tengah masyarakat. Ketiga stereotip diatas memang
benar. Sekuat-kuatnya wanita pada hakikatnya dia lemah. Wanita juga sering
mengatakan “saya rasa”, dibandingkan dengan laki-laki yang mengatakan “saya
pikir”. namun untuk konteks memimpin, hal itu bukan suatu masalah, asalkan
wanita ini bisa menempatkan diri pada situasi yang tepat.
Pada awalnya saya adalah seorang
perempuan yang tidak suka dengan politik, namun saya sadari bahwasanya dengan
politik inilah islam berkembang. Oleh karena itu jika seandainya saya diberi
kesempatan untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat, saya akan melakukan
rancangan-rancangan program kerja yang mudah-mudahan diberi kemudahan oleh
Allah agar semuanya terwujud.
1.
Pemenuhan hak kesehatan reproduksi
dan seksualitas (HIV/AIDS, AKI, sunat perempuan, perkawinan anak)
Dalam hal ini
perempuan dan laki-laki mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh kesehatan.
Sangat beruntung sekarang pemerintah telah mengeluarkan BPJS kesehatan, dimana
para masyarakat yang ekonominya kebawah dapat berobat tanpa harus memikirkan
biaya yang mahal. Kita bisa menggerakkan tenaga medis dan komisi pemberdayaan
perempuan dalam sosialisasi kesehatan dan reproduksi agar mereka tahu dan mau
memeriksakan diri ke dokter terkait dengan masalah kesehatan seperti terkait
wabah virus yang menular HIV/AIDS, dimana yang terancam terserang penyakit ini
adalah ibu rumah tangga yang suaminya sering “jajan” di luar rumah. Sangat
disayangkan mereka yang tidak tahu menahu lalu tiba-tiba terserang penyakit
ini. Dan ingatlah bahwa bukan orangnya yang perlu kita jauhi tapi virusnya yang
harus kita hindari.
Selain itu perlu pemeriksaan kanker
sejak dini dengan SADARI, dan kanker serviks yang sangat mengancam wanita
Indonesia. Sosok pemimpin perempuan juga harus terjun ke desa-desa dimana
kemungkinan ilmu pengetahuan belum sampai kepada mereka. Dari situlah
dibutuhkan pemimpin yang berjiwa sosial tinggi terhadap masyarakat. Dan
tentunya pemimpin perempuan bisa lebih tau dan lebih mengerti permasalahan yang
dialami oleh kaum perempuan sendiri. Ada hal-hal yang memang hanya bisa
dibicarakan sesame perempuan. Diperlukan juga keterbukaan dari masyarakat
kepada pemimpinnya dan begitu juga sebaliknya.
Sunat terhadap perempuan juga sudah
bisa digratiskan agar semua masyarakat bisa menyunatkan anak perempuannya. Dan
masalah perkawinan anak, jelas-jelas sekarang sudah ada batasan umurnya di
Indonesia, jadi barang siapa yang melanggar pasti akan dikenakan sanksi
perkindungan anak.
2.
Pemenuhan
hak atas pendidikan
Sekarang kita tidak hidup di
zamannya ibu Kartini lagi. Dimana perempuan itu tugasnya hanya sumur, dapur dan
kasur. Sekarang banyak wanita yang sudah beranjak dari rumahnya untuk menuntut
ilmu. Bukankah ibu adalah tempat pembelajaran terbaik dan pertama bagi
ank-anaknya? Jika sang ibu tidak berilmu, bagaimana ia bisa menciptakan
generasi penerus bangsa? Meski ilmu saja tidak cukup, akhlak yang baik juga
perlu sebagai pengiringnya.
Bahkan menurut pandangan saya,
mayoritas juara kelas pada zaman ini banyak dipegang oleh kaum wanita. Hal ini
membuktikan bahwa wanita atau perempuan itu berbakat dan cerdas. Perempuan juga
bisa mengejar cita-cita layaknya kaum laki-laki. Di zaman Rasulullah pun,
perempuan tidak dilarang menuntut ilmu. Dan faktanya zaman sekarang pemerintah
juga sudah peduli dengan pendidikan kaum perempuan. Kita hanya tinggal
melanjutkan visi dan misi pemerintah untuk terus memajukan pendidikan kaum
perempuan.
3.
Penghentian
Kekerasan terhadap Perempuan (kekerasan seksual, kekerasan berbasis struktural,
berbasis agama, trafficking)
Kalau dalam hal ini, masih terdapat banyak
kasus di tengah masyarakat. Karena stigma masyarakat bahwasanya perempuan itu
lemah dan laki-laki kuat. Memang pada faktanya laki-laki memiliki kekuatan
lebih daripada wanita. Mungkin sedikit solusi untuk menanggulanginya adalah
dengan mengajarkan bela diri pada anak perempuan. Masih banyak kita temui
bahwasanya kurangnya kemauan untuk para gadiis terutama dalam mengikuti
kegiatan bela diri. Apakah itu silat, taekwondo, karate dll. Paling tidak hal
ini adalah salah satu benteng pertahanan jikalau perempuan ingin dijahati oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Khususnya bagi orang tua untuk lebih
memperhatikan anak perempuannya. Melarang anak perempuannya keluar rumah jika
tidak terlalu penting dan menganjurkan untuk berpakaian sopan agar mengurangi
kejahatan tersebut. Untuk kekerasan dalam rumah tangga, mungkin lebih baik
dicegah sebelum terjadi dengan cara mengenali dahulu pasangan kita sebelum
menikah. Namun jikalau sudah terjadi bisa langsung dilaporkan kepada pihak
berwajib. Dan seandainya kita menerapkan hukum seperti dinegara Arab, yaitu
tangan dibalas dengan tangan, kaki dibalas dengan kaki, kemungkinan besar
banyak suami-suami yang akan lebih berhati-hati dalam melakukan kekerasan
terhadap istrinya. Kembali ke pernyataan tadi bahwasanya stereotip dalam budaya
kita bahwa laki-laki itu kuat dan perempuan lemah yang membuat mereka
sewenang-wenang terhadap kaum perempuan.
4.
Penghentian
pemiskinan perempuan dan kelompok marginal (perempuan perbatasan,
terpencil dan disabilitas) melalui Perlindungan Sosial
Dalam hal ini, sangat dibutuhkan
peran pemerintah. Karena ini tidak hanya tugas individu, melainkan tugas kita
bersama. Saya sangat ingin menciptakan lapangan pekerjaan yang layak bagi
perempuan yang sesuai dengan kodrat perempuan. Bisa menjahit, menyulam,
merajut, membuat kerajinan tangan dll. Agar kaum perempuan Indonesia tidak
harus mencari penghasilan ke negri
orang. Pada hakikatnya, hal ini mengancam dirinya dan nyawanya. Faktanya
akhir-akhir ini banyak TKW khususnya yang menjadi korban aniaya bahkan hampir
meninggal atau benar-benar meninggal. Sangat disayangkan nasib mereka. Padahal,
niat mereka baik yaitu ingin bekerja
demi mencukupi kebutuhan keluarga. Sangat perlu dibentuk badan khusus dalam
melindungi hak-hak perempuan.
Dan tidak ada batasan bagi para
perempuan penyandang disabilitas untuk bekerja layaknya orang normal, karena
mereka juga manusia yang diciptakan dengan keistimewaan tersendiri. Yang
seharusnya kita berkaca kepada mereka. Mereka adalah orang-orang yang menginspirasi.
Mereka saja bisa menjalani hidup, mengapa kita tidak?
5.
Perlindungan
perempuan dalam situasi konflik, Bencana serta Pengelolaan Lingkungan
dan Sumber Daya Alam
Akhir - akhir ini sedang maraknya
konflik terjadi bukan saja secara nasional tetapi juga Internasional. Lagi-lagi
yang menjadi korban psikologis adalah perempuan. Jikalau laki-laki, berperang
bukanlah hal asing bagi mereka. Namun jikalau perempuan, hal ini adalah sesuatu
yang ingin dijauhi. Meski tidak menutup kemungkinan ada beberapa perempuan yang
sangat berani dan tidak takut mati demi membela agama dan Negara. Dan merekalah
para syuhada pemberani. Namun saya sebagai perempuan, tidak suka melihat
peperangan, begitu juga dengan kebanyakan perempuan lainnya. Trauma psikologis
juga banyak diderita oleh perempuan yang hatinya sangat sensitive terhadap
masalah konflik.
Begitu juga dengan bencana.
Contohnya tsunami yang lalu, banyak
sekali perempuan yang menjadi pasien RSJ akibat trauma psikologis mereka. Nah,
disini sangat berguna peran psikologis terutama perempuan yang dapat menyentuh
dari hati ke hati, saling memahami, menebar senyuman demi bangsa yang lebih
baik.
Dalam pengelolaan lingkungan dan
sumber daya alam, peran perempuan juga sangat dibutuhkan. Mereka mampu bercocok
tanam layaknya laki-laki. Mereka juga mampu menata kota. Banyak keahliandari
seorang perpuan jika mereka dididik dan diajarkan.
6.
Pemenuhan
hak atas pekerjaan yang layak bagi perempuan (Perlindungan Buruh Migrant, PRT,
PRT Migran, Sektor Informal, Buruh Perempuan)
Hal ini sudah dibahas sekilas di
atas. Jikalau pemimpin mampu memberikan lapangan kerja yang layak, otomatis
buruh migran atau TKW akan berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Hal itu juga
akan mengurangi tingkat kemiskinan. Dan terlebih penting, perempuan dapat
membantu suaminya dalam menghidupi rumah tangganya. Disini sudah terlihat
bahwasanya perempuan adalah sosok yang multitalenta. Hampir semua peranan bisa
ia jalankan. Sebagai ibu bagi anak-anaknya. Sebagai seorang istri bagi
suaminya. Sebagai seorang pendidik, pahlawan, pekerja dll. Untuk itu, saya
sangat ingin memperhatikan hal ini.meski saat ini saya belum mampu berbuat
apa-apa untuk negri ini. Tapi saya sakin. Bersama, kita bisa.
Dan harus ada perlindungan khusus
bagi pekerja-pekerja yang bermigrasi atau berada di Negara orang. Hal ini demi
keselamatan mereka sebagai warga Negara Indonesia dan salah satu bentuk
kepedulian kita kepada buruh-buruh lemah yang membutuhkan keamanan dan
terpenuhinya hak-hak mereka.
7.
Perlindungan
atas kebebasan berkeyakinan dan beragama
Saya rasa dalam hal ini, Indonesia
sudah menerapkan hak untuk kebebasan beragama. Tidak ada paksaan bagi seseorang
untuk memeluk agama yang tidak ia yakini. Namun masih terjadi fenomena-fenomena
pemaksaan secara alam bawah sadar. Dimana seseorang mengajak orang lain untuk
mengasuk kedalam agamanya dengan cara yang tidak dibenarkan. Hal ini yyang
seharusnya tidak boleh dilakukan. Antar umat beragama tidak boleh saling
menghina atau memaksa. Yang seharusnya terjalin adalah rasa saling menghargai. Sebab
di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam agama. Untuk itu saya ingin para
pemerintah bekerja sama dengan masyarakat untuk fokus terhadap masalah ini.
Agar peribadatan antar umat beragama tidak terganggu.
8.
Hak
Politik Perempuan (Hak Beroganisasi, Partisipasi pengambilan keputusan ,
Kewarganegaraan)
Dalam hal ini sudah saya jelaskan
diatas, bahwasanya tidak ada batasan khusus atupun larangan seorang perempuan
berkiprah dan terjun kedunia politik. Faktanya kita sudah melihat bahwa
sekarang sudah ada organisasi yang diketuai langsung oleh perempuan. Dan banyak
juga instansi yang kepalanya atau direkturnya adalah perempuan. Disini
membuktikan bahwasanya perempuan juga bisa cerdas seperti laki-laki. Satu hal
yang tidak bisa disaingi oleh perempuan yaitu hanya “Kepala Rumah Tangga”.
Tetapi kalau kepala yang lainnya seperti kepala sekolah perempuan bisa
melakukannya. Begitu juga dengan berorganisasi, mengeluarkan pendapat, dan
kewarganegaraan. Saya sangat ingin menyamakan antara hak perempuan dan laki-laki
dalam hal ini, jika kelak saya dinobatkan menjafi seorang pemimpin. Sampai
sekarang saya masih belum menemukan jawaban mengapa Jakarta disebut sebagai
“Ibu Kota” dan bukan “ayah kota”? mungkin ada sesuatu keistimewaan dari diri
perempuan sehingga bisa seperti itu. Jadi tidak ada alasan lagi bagi para
pemimpin untuk membatasi gerak lingkup kaum wanita sebagai warga Negara dalam
berorganisasi, pemilu, berpolitik asal mereka tidak lari dari kodrat mereka
sebagai seorang anak, seorang ibu bahkan seorang istri di dalam keluarganya.
9.
Penghapusan
produk hukum yang diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas
Mungkin kita masih mendapatkan
hukum-hukum di Indonesia yang diskriminatif terhadap kaum perempuan maupun
kelompok minoritas. Masih terngiang dalam benak saya, suatu kasus dimana
seseorang mengambil uang 1000 rupiah atau mencuri seekor ayam di dalam
masyarakat lalu dikenakan hukuman beberapa bulan dalam penjara. Lalu apa kabar,
mereka para koruptor yang katanya mengambil uang rakyat hingga tak terhitung
jumlahnya.? Tapi mendekam dalam penjara yang mewah bak hotel bintang lima? Ini
sangat tidak adil. Dimana keadilan dalam negeri ini. Apakah hanya karena mereka
itu miskin, lalu mencuri uang hanya demi sesuap nasi? Sedangkan mereka yang
kaya, bisa membayar hukum dengan uang? Sangat menyedihkan.
Patut bagi kita sebagai salah satu
calon pemimpin perempuan untuk mempertimbangkan hal ini dalam-dalam. Urusan
mencuri uang rakyat memang tanggung jawab mereka dengan Tuhan. Karena mereka
bisa berdusta dihadapan manusia, tapi dihadapan Tuhan sedikitpun tak bisa
berpaling. Semoga saja mereka sadar dan bertaubat. Karena uang haram tak akan
membawa berkat.
10.
Penghentian
korupsi
Saat ini, sangat sulit membedakan
mana yang benar-benar jujur dan mana berdusta. Mana yang manjadi realita dan
mana yang menjadi korban fitnah. Korupsi bukanlah hal baru dalam perpolitikan
Indonesia. Hal ini yang membuat tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemimpin
menjadi berkurang. Sangat minim kita temukan pemimpin yang jujur, adil dan
bersih. Hal ini juga yang membuat timbulnya stigma di masyarakat bahwasanya
politik itu kotor. Padahal politik itu tidak kotor. Tetapi ada tangan-tangan
orang yang tidak bertanggung jawab yang telah mengotorinya. Semakin merebaknya
kasus korupsi Indonesia di koran, media massa membuat sebagian orang tertarik menjadi pemimpin. Sebagian orang itu
ingin benar-benar memberantas korupsi.
Tapi yang saya khawatirkan, dengan
pemberitaan di televisi dan media massa yang secara tidak kita sadari
menyatakan bahwa “seorang koruptor dengan mudahnya menjadi orang kaya, dalam
penjara pun hidupnya serba kecukupan” dapat menarik atau mengajak orang lain
melakukan hal yang sama. Mungkin terdapat sisi positifnya yaitu agar para
koruptor itu malu dengan hal yang telah diperbuatnya. Tapi dalam kenyataannya
apakah para koruptor itu sekarang berkurang atau malah semakin bertambah?
Memang kita tidak bisa menghakimi mereka menurut pandangan kita. Karena mungkin
saja saat itu mereka khilaf atau bahkan ada faktor lain yang membuat mereka
melakukan hal itu. Salah satu faktornya adalah istri dan anak. Lagi-lagi
perempuan. Jadi peran perempuan sangat besar disini. Kita sebagai perempuan,
mungkin harus banyak bersyukur atas apa yang telah kita punya saat ini. Karena
jika kita terlalu banyak menuntut kepada suami, namun suami tidak mampu maka
korupsi ini bisa saja terjadi. Tanyakan kepada mereka, rezeki yang mereka
dapatkan berasal dari mana? Bersyukur dengan menerima kemampuan mereka dalam
menafkahi kita. Tidak menuntut lebih dari apa yang tidak bisa mereka penuhi.
Dan yang paling penting berilah nasihat kepada mereka jika mereka berbuat
salah. Jika para istri melakukan hal ini, bisa saja korupsi sekecil apapun
dalam sebuah kantor atau dalam kenegaraan sekalipun bisa berkurang.
Mungkin sedikit solusi yang saya
berikan adalah agar kita mencontoh salah satu
negara yang penduduknya sangat banyak, yaitu Cina. Di Cina, bagi seorang
pemimpin telah disediakan satu peti mati. Jadi jika seorang pemimpin itu
korupsi maka peti mati telah menantinya. Jadi hal itu menjadi pelajaran bagi
para pemimpin maupun masyarakatnya untuk tidak korupsi. Dan sekarang Cina sudah
bisa terhitung sebagai Negara yang maju. Pasarnya sudah mencapai Internasional.
Mereka juga mempunyai warga-warga yang cerdas dan siap bersaing di bidang
akademik maupun olahraga. Dan saya sangat yakin, Indonesia bisa seperti itu.
Jika ada kemauan pasti ada jalan. There
is a will there is a way. Bahkan ada sebuah pepatah mengatakan“tuntutlah
ilmu meski ke negri Cina”. Jadi tidak salah jika kita mencontoh yang baik-baik
dari negri tersebut.
Dan
sekali lagi saya tegaskan bahwasanya berbicara itu mudah dan tentunya
praktiknya dalam lingkungan adalah butuh kesabaran dan kerjasama untuk mencapai
suatu tujuan. Tiada kesuksesan yang diraih secara instan. Semuanya butuh
pengorbanan. Pemimpin pun sejatinya tidak bisa berjalan sendiri. Meski ia
memiliki para bawahannya, namun peran masyarakat akan lebih berarti untuk
kemajuan bangsa Indonesia.
Teringat
seorang laki-laki yang berkata,”Mengapa perempuan itu kurang baik jika menjadi
seorang pemimpin?” Mungkin dikarenakan seorang perempuan jika dinobatkan
menjadi seorang pemimpin, ia akan egois dan bangga dengan kepemimpinannya.
Mungkin hal itu yang menyebabkan sebuah hal yang tabu di kalangan masyarakat
kita apabila seorang pemimpin itu berasal dari kaum hawa. Bahkan perempuan pun
lebih cenderung memilih laki-laki dibandingkan perempuan saat pemilu berlangsung.
Jadi, sangat disayangkan kalau tidak ada perwakilan perempuan dikalangan
pemimpin itu sendiri.
Contoh
mudahnya saja saat terjadinya tsunami di Aceh dan sekitarnya. Jika semua
pemimpin berasal dari kaum Adam, sedangkan para perempuan yang terkena musibah
saat itu memerlukan pembalut. Pembalut tidak dapat ditemukan pada saat itu
dikarenakan kerusakan parah setelah musibah tsunami. Apakah ada yang dapat
memikirkan hal itu selain kaum perempuan sendiri? Maka dari itu sangat
diperlukan minimal adanya wakil rakyat yang berasal dari perempuan.
Terinspirasi
dari tokoh wakil rakyat perempuan. Beliau salah satu pelopor penggerak jilbab
di masa mudanya. Beliau juga dengan gagah berani masuk ke tanah Palestina yang
sangat mengancam nyawanya. Pada saat tsunami pun beliau membawa pakaian dan
peralatan yang dibutuhkan bagi para pengungsi khususnya perempuan. Oleh karena
itu, marilah kita sebagai kaum perempuan menjadi Kartini Modern di abad 21 ini.
Untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, adil, berdaulat dan makmur demi
menyongsong Indonesia yang maju.
Biodata Penulis
Nama : Farrah Pebriani
Alamat : Jln. Jeumpa No.7 Ie Masen Kayee Adang
Banda Aceh, 23116
Universitas : Syiah Kuala
Nomor Hp : 0852 7580 3544
Email : Farahfebriani66@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar