info lomba blog

klik

Selasa, 06 Mei 2014

saat hati berbicara



Saat Hati Berbicara
            Sore itu, langit tampak kebiruan, menanti datangnya malam yang berbalut dengan bintang. Suasana kota Banda Aceh tampak masih ramai. Lalu lalang kendaraan membuat nada tersendiri dibalik kicauan burung yang ingin kembali ke sarangnya.
            Tampak seorang gadis manis berbalut jilbab panjang berwarna pink, dengan gamis merah kesukaannya sedang mengayuh sepeda menuju jalan Jeumpa yang tak jauh dari tempat ia bersekolah. Raut wajahnya menyiratkan kelelahan yang mendalam. Sejenak ia berhenti di pinggiran jalan untuk membeli es kelapa segar langganannya.
            “Alhamdulillah, les hari ini sudah selesai. Saatnya pulang!” bisiknya pada diri sendiri.
            “Assalamu’alaikum Lina, lagi ngapain?”, sapa seorang pemuda dari seberang jalan.
            “Wa’alaikumussalam. Lagi mampir aja, mau beli es kelapa, kamu gak pulang?” Tanya Lina pada pemuda itu.
            “Ia, tadi habis ngantar teman ke daerah Punge. Yaudah, Rian duluan ya, Lin!”perlahan Rian mulai menghidupkan Motornya.
            Sesaat Lina berbalik arah untuk mengambil pesananya. Tak disangka Rian memperhatikan gadis manis itu.
             Betapa manis dan shalihahnya ia. Andaikan aku bisa menjadi suaminya. Pasti dia bisa mengajarkanku banyak hal tentang agama. Apalah aku ini. Tidak ada apa-apanya dibandingkan dia. Aku hanya seorang pemuda yang tidak begitu tampan. Orang tuakupun hidupnya sederhana. Lina, Lina, pasti beruntunglah barang siapa yang bisa memetikmu kelak. Menjadikan dia istrimu. Dan mungkin bukan aku orangnya. Akhirnya motornya pun melesat menuju daerah perkotaan.
            Lina sosok yang santun, ramah, shalihah, pintar dan memiliki wajah yang manis. Lain dengan Rian, dia belum terlalu paham betul dengan agama. Namun dia seorang anak yang pintar dan rajin. Mereka sering bertemu di sekolah, Karena kebetulan mereka satu kelas. Dalam diamnya, Rian mencintai Lina. Tapi Lina tak tahu akan hal itu. Karena ia adalah sesosok wanita yang tak ingin berpacaran layaknya remaja yang lain.

Di kelas XI-IA 5
            Suara azan telah berkumandang, menanti para jama’ah meninggalkan aktivitasnya sejenak untuk berangkat bersujud menghadap Sang Pencipta. Tampak seorang lelaki sedang menutup bukunya. Mengambil wudhu, dan pergi ke mushalla. Ialah orang pertama yang sampai di mushalla itu dan ia pula yang mengumandangkan adzan. Namanya Rahmat.
            Sang guru pun sudah beberapa menit yang lalu meninggalkan kelas. Lina dan Najwa bersiap-siap mengambil mukena dan berseru “Teman-teman yuk kita shalat!”. Seruan itu disambut baik oleh teman-temannya.
Mushalla SMA 4
            Saat mereka selesai mengambil wudhu, mereka duduk rapi di mushalla lantai dua. Terdengar masih suara merdu yang berasal dari bawah. Lina pun mengintip, rasa penasarannya sebagai manusia timbul.
            “Subhanallah, itu Rahmat ya yang azan?”tanyanya kagum.
            “Ia,Ia benar!”sambut Najwa disebelahnya.
            “Indah sekali ya suaranya, aku kagum,”sambung Lina lagi.
            “Hayoo,kamu mulai suka ya sama Rahmat?”sergap Najwa.
            “Hmmm,,,,”pipi Lina merona malu.
            “Gak papa kok Lin, tapi saran aku jangan aja deh, karena……,”Najwa terdiam.
            “Karena apa, Wa?”Lina menggoyangkan badan Najwa.
            “Kapan-kapan aja deh aku cerita, kita shalat dulu, yuk!”Najwa mulai berdiri.
            Sejak saat itu ternyata perasaan kagum itu berubah menjadi rasa cinta yang sedang berkobar. Namun, Lina tahu itu tidak baik bagi dirinya. Sekarang Lina lebih sering menundukkan pandangannya di depan Rahmat.
            Detik pun terus berputar. Waktu pun tak mau berhenti sebentar. Rasa kagum Lina kepada Rahmat telah tersebar seantero kelas. Hal ini diketahui oleh Rian. Hatinya rapuh. Ia putus asa. Ternyata orang yang ia cintai, tidak dapat membalas cintanya. Atau paling tidak Lina bisa jatuh cinta padanya. Gugur sudah harapannya.
            Malam itu, pikiran Rian terus menerawang. Seakan ia merasa tersakiti untuk menyimpan rasa cinta itu sendirian. Akhirnya ia menulis sebuah surat. Besok adalah hari ulang tahunnya Lina. Ia ingin memberikan kado spesial yang ia beli di toko buku. Judul bukunya “Indahnya Istikharah”. Ia menulis hingga tertidur di atas tumpukan kertas hasil tulisannya.
Di Kelas XI-IA 5
            “Lin, boleh pinjam buku nya gak?”Tanya Rian kepada Lina.
            “Ia, boleh sebentar ya Lina ambilkan”.
            Ternyata Rian menyelipkan surat dan kado itu dalam buku Lina. Dan sejenak ia kembalikan buku tersebut kepada Lina. Lina bingung. Dan akhirnya muali mengerti. Wajahnya berubah dari raut kebingungan menjadi raut bahagia. Lalu, ia mengucapkan terima kasih kepda Rian atas pemberian itu.
            Sepulang sekolah, selepas shalat dzuhur Lina menyempatkan untuk membuka kado dan surat yang ditulis Rian yang isinya :
            Assalamu’alaikum Wr. Wb dr.Lina Diana Sp.Kandungan. semoga Lina selalu dilindungi Allah, dan disampaikan cita-citanya sebagai dokter kandungan. Alhamdulillah hari ini Lina berulang tahun, semoga umurnya berkah dan menjadi wanita shalihah yang bermanfaat bagi orang lain.
            Jujur, Rian sudah lama memendam perasaan ini. Semenjak pertama kita berjumpa di kelas. Rian melihat sosok Lina yang berbeda dengan yang lain. Lina baik, shalihah, pintar, manis membuat seorang pemuda yang biasa ini jatuh hati kepada Lina. Maaf, apabila Rian lancang telah berterus terang. Tapi, Rian berkata sejujurnya. Rian sadar dan berkaca pada diri, bahwa Rian tidak cocok bagi Lina. Ada rahmat, yang pintar dan shaleh yang lebih cocok untuk mendampingi Lina. Saat Rian tahu hal itu, hati rian menangis, menutup rasa sakit yang luar biasa. Tapi itu tidak menjadi masalah. Rian akan lebih bahagia jika Lina bahagia. Rian pun sadar Rina bukanlah tipe wanita yang ingin berpacaran. Oleh karena itu Rian doakan semoga suatu saat nanti Lina berjodoh dengan Rahmat, membangun rumah tangga, dan melahirkan anak cucu yang shaleh shalehah. Salam sahabatmu, Rian Darmawan.
            Tanpa sadar Lina menjatuhkan buliran mutiara yang membasahi pipinya. Ia tidak sadar  Apa yang terjadi selama ini. Apa yang telah ia lakukan? Ia telah menyakiti seseorang yang sudah ia anggap sebagai sahabat yang baik, yang selalu menolongnya jika ia membutuhkan. Bahkan rasa kagumnya pada Rahmat telah melukai hati Rian.
            Ya Allah, maafkan kesalahanku. Aku tak tahu apabila Rian dalam diamnya menaruh hati padaku. Aku hanya menganggapnya sahabat, tidak lebih. Dan apa yang harus aku lakukan untuk tidak menyakiti hatinya? Nasi telah menjadi bubur. Semua berita telah tersebar. Dan hal itu membuatnya semakin bingung. Ia berdoa semoga Allah memberikan jalan keluar terbaik atas masalahnya kelak.
Satu Tahun kemudian
            Para siswa di SMA 4 sedang bersiap-siap dalam menghadapi tes masuk perguruan tinggi. Ujian Nasional telah selesai. Lina mengambil jurusan kedokteran seperti cita-citanya dari masa kecil. Rahmat mengambil jurusan pertanian. Najwa mengambil jurusan ekonomi. Dan Rian mengambil jurusan teknik. Teman-teman yang lain pun sudah menentukan jurusan mereka masing-masing.
            Tiba-tiba Rahmat mengirim SMS kepada Lina yang berbunyi :
Assalamu’alaikum Lina, bisa Rahmat kerumah sore ini, mau pinjam contoh sertifikat Lina yang juara pidato?
            Lalu Lina membalas :
Wa’alaikumussalam, ia boleh, datang aja. Insya Allah, sore ini Lina ada dirumah.
            Sore itu, Rahmat tiba dirumah Lina dengan sepeda motornya. Setelah meminjam contoh sertifikat atau piagam tersebut. Sekitar sepuluh menit kemudian, Rahmat kembali dan menyerahkan kembali kepada Lina. Lalu Rahmat berterimakasih dan pulang. Saat itu perasaan kagum yang selama setahun itu ia rasakan, masih berbunga dalam hatinya. Ia gugup ketika Rahmat menjumpainya. Namun ia berusaha untuk mengontrolnya sebaik mungkin.
            Keesokannya, ia menceritakan hal itu kepada Najwa.
            “Untuk apa contoh sertifikat itu Lin?”tanyanya penasaran.
            “Lina, juga kurang tahu pastinya, tetapi waktu Lina tanya sama Rahmat, ia jelaskan bahwasanya sertifikat itu uuntuk mendaftar perguruan tinggi”,jelas Lina.
            “Untuk masuk perguruan tinggi? Berarti dia memanipulasi data, Lin!”tegas Najwa.
            “Maksudnya?”Tanya Lina belum mengerti.
            “Jadi dia meminjam sertifikat kamu, terus namanya dia ubah dan diganti dengan nama dia, hal itu dia lakukan untuk bisa lolos ke perguruan tinggi. Kan sertifikat juga salah satu syarat yang dipertimbangkan dan menunjukkan bahwa kita pernah berprestasi sebelumya,”raut wajah Najwa tampak sungguh-sungguh.
            “Astaghfirullahal’adzim. Lina gak nyangka dia bisa berbuat seperti itu. Selama ini Lina salah menilainya,”Lina merunduk malu.
            “Sudahlah, Lin. Yang berlalu biarlah berlalu. Hal ini menjadi sebuah pelajaran berharga untuk kamu. Mungkin Allah ingin agar  kamu menghilangkan rasa cinta kamu kepadanya. Karena sebenarnya dia itu tidak seperti yang kamu pikirkan, Lin. Hal ini sebenarnya yang ingin aku jelaskan sama kamu waktu di mushalla dulu. Tapi aku takut kamu gak percaya. Sekarang karena sudah ada kejadian seperti ini, oleh karena itu, aku ingin memberi tahu kamu yang sebenarnya. Ini juga untuk kebaikan kamu Lin,”Nasihat Najwa membuat Lina menagis. Akhirnya Lina mencoba melupakan hal itu dan ikhlas memaafkan Rahmat. Rasa kagum dan cinta yang selama ini ia rasa, hilang dibawa angin, jatuh bagaika butiran pasir, layu bagikan bunga yang kering. Semuanya kembali seperti biasa.
            Pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi pun sudah diumumkan di internet. Ada yang merasa sedih, bahagia, ragu-ragu dan segala macam perasaan berkecamuk dalam hati setiap siswa siswi SMA 4 tersebut.
            Saat Lina membuka pengumuman itu, Lina membaca kata-kata yang bertuliskan “Selamat anda lulus dan diterima di Universitas Indonesia jurusan pendidikan dokter”. Lina menangis haru. Akhirnya cita-citanya selama ini tercapai juga. Rina sujud syukur saat itu juga. Senang rasanya bisa membahagiakan orangtua, meski harus jauh dari mereka. Ia lalu berbenah-benah mempersiapkan keberangkatannya.


Delapan tahun kemudian
            “Silahkan duduk! Selamat anak ibu dan  bapak laki-laki!” Kata dr. Lina kepada  seorang lelaki dan seorang wanita di hadapannya.
            “Terima kasih dokter Prita! Alhamdulillah. Tapi calon bayi itu bukan anak saya dokter, dia akan menjadi keponakan saya. Kebetulan adik ipar saya sedang ada urusan keluar kota. Jadi saya yang menemani adik saya untuk pergi ke dokter kandungan,”jelas lelaki itu.
            “Oh, begitu ya pak. Saya kira tadi beliau istri bapak. Maaf kalau begitu pak. Kebetulan dr. Prita lagi mengoperasi seorang pasien yang melahirkan. Jadi saya yang menggantikan beliau sementara di rumah sakit ini.
            “Ia, dokter tidak menjadi masalah kok. Kebetulan abang saya ini belum menikah. Katanya ia sedang menunggu seseorang yang sangat ia cintai sejak SMA dulu yang sedang kuliah di Jakarta. Namanya Lina,” sambung dinda, seorang wanita yang duduk di samping lelaki itu.
            “Dinda, kamu ini membuat abang malu di depan dokter!”wajah lelaki itu mulai merunduk.
            “Wah, namanya kebetulan sama dengan saya, bu. Kalau boleh saya tahu, siapa nama panjangnya?”Tanya dr. Lina penasaran.
            “Namanya Lina Diana, dokter,”jawab Dinda semangat.
            Tiba-tiba stetoskop pun terjatuh. Dinda dan abangnya terkejut dengan respon dokter yang ada di depannya. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Akhirnya, lelaki itu memberanikan diri untuk bertanya,”Dokter, kenapa? Sakit?”
            Pikiran Lina berkecamuk. Apakah benar lelaki yang berada di depannya ini adalah Rian? Apakah benar orang yang dimaksud ibu tadi adalah dirinya? Kalau hal itu memang benar, apa yang harus aku lakukan? Betapa setianya Rian menunggu kehadiranku?
            “Kalau begitu, kami pamit pulang ya, dokter. Terima kasih atas pemeriksaanya. Doakan semoga anak saya lahir dengan selamat,”pinta Dinda kepada dr. Lina.
            “Oh, ia bu. Terimakasih juga atas kunjungannya. Hati-hati di jalan ya. Semoga anaknya menjadi anak yang shaleh seperti ibu dan pamannya,”sapaan dr. Lina mengakhiri percakapan itu.
            Setelah Dinda keluar. Dan lelaki itu ingin menutup pintu. Tiba-tiba ada suara panggilan dari dalam.
            “Tunggu…Apa benar kamu adalah Rian Darmawan alumni SMA 4, delapan tahun yang lalu?”Tanya dr. Lina.
            “Ia, benar saya orangnya. Darimana dokter tau?”ia mulai penasaran.
            “Saya Lina Diana. Sahabatmu”, tegas dr. Lina membuat rian sangat terkejut.
            “Subhanallah, aku tidak pernah menyangka kita akan bertemu disini. Apakah kamu sudah menikah, Lin?” sambung Rian.
            “Belum, Rian,”jawabnya singkat.
            “Kalau begitu bersediakah dr. Lina Diana Sp. Kandungan menikah denganku?”tanyanya kembali pada dr. Lina.
            “Insya Allah, aku akan istikharah dulu, dan memberikan jawabannya seminggu lagi,”jawabnya mantap.
            Sepulangnya Lina dari rumah sakit, ia beristikharah. Begitupun dengan Rian. Ia telah mantap memilih Lina sebagai pendamping hidupnya. Ia yakin kalau mereka berjodoh pasti dipertemukan kembali. Dan inilah saat yang ia nantikan.
            Seminggu kemudian, Lina menjawab lamaran Rian. Rian senang dan bersujud, syukur atas karunia yang Allah berikan kepadanya. Kesabaran yang selama ini ia tanam berbuah manis. Ia yakin saat hati bicara Linalah jodohnya, dan Allah pun meridhainya. Tinggal selangkah lagi pernikahan yang akan menantinya.
            Akhirnya mereka menikah di Mesjid Raya Baiturrahman di tengah keramaian kota Banda Aceh. Dan para malaikat pun bertasbih dan memohon ampun untuk mereka berdua. Sehingga mereka menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.

           




Tidak ada komentar:

Posting Komentar