Saat
Hati Berbicara
Sore itu, langit tampak kebiruan,
menanti datangnya malam yang berbalut dengan bintang. Suasana kota Banda Aceh
tampak masih ramai. Lalu lalang kendaraan membuat nada tersendiri dibalik
kicauan burung yang ingin kembali ke sarangnya.
Tampak seorang gadis manis berbalut
jilbab panjang berwarna pink, dengan gamis merah kesukaannya sedang mengayuh
sepeda menuju jalan Jeumpa yang tak jauh dari tempat ia bersekolah. Raut
wajahnya menyiratkan kelelahan yang mendalam. Sejenak ia berhenti di pinggiran
jalan untuk membeli es kelapa segar langganannya.
“Alhamdulillah, les hari ini sudah
selesai. Saatnya pulang!” bisiknya pada diri sendiri.
“Assalamu’alaikum Lina, lagi
ngapain?”, sapa seorang pemuda dari seberang jalan.
“Wa’alaikumussalam. Lagi mampir aja,
mau beli es kelapa, kamu gak pulang?” Tanya Lina pada pemuda itu.
“Ia, tadi habis ngantar teman ke
daerah Punge. Yaudah, Rian duluan ya, Lin!”perlahan Rian mulai menghidupkan
Motornya.
Sesaat Lina berbalik arah untuk
mengambil pesananya. Tak disangka Rian memperhatikan gadis manis itu.
Betapa manis dan shalihahnya ia. Andaikan aku
bisa menjadi suaminya. Pasti dia bisa mengajarkanku banyak hal tentang agama.
Apalah aku ini. Tidak ada apa-apanya dibandingkan dia. Aku hanya seorang pemuda
yang tidak begitu tampan. Orang tuakupun hidupnya sederhana. Lina, Lina, pasti
beruntunglah barang siapa yang bisa memetikmu kelak. Menjadikan dia istrimu.
Dan mungkin bukan aku orangnya. Akhirnya motornya pun melesat menuju daerah
perkotaan.
Lina sosok yang santun, ramah,
shalihah, pintar dan memiliki wajah yang manis. Lain dengan Rian, dia belum
terlalu paham betul dengan agama. Namun dia seorang anak yang pintar dan rajin.
Mereka sering bertemu di sekolah, Karena kebetulan mereka satu kelas. Dalam
diamnya, Rian mencintai Lina. Tapi Lina tak tahu akan hal itu. Karena ia adalah
sesosok wanita yang tak ingin berpacaran layaknya remaja yang lain.
Di
kelas XI-IA 5
Suara azan telah berkumandang,
menanti para jama’ah meninggalkan aktivitasnya sejenak untuk berangkat bersujud
menghadap Sang Pencipta. Tampak seorang lelaki sedang menutup bukunya. Mengambil
wudhu, dan pergi ke mushalla. Ialah orang pertama yang sampai di mushalla itu
dan ia pula yang mengumandangkan adzan. Namanya Rahmat.
Sang guru pun sudah beberapa menit
yang lalu meninggalkan kelas. Lina dan Najwa bersiap-siap mengambil mukena dan
berseru “Teman-teman yuk kita shalat!”. Seruan itu disambut baik oleh
teman-temannya.
Mushalla
SMA 4
Saat mereka selesai mengambil wudhu,
mereka duduk rapi di mushalla lantai dua. Terdengar masih suara merdu yang
berasal dari bawah. Lina pun mengintip, rasa penasarannya sebagai manusia
timbul.
“Subhanallah, itu Rahmat ya yang
azan?”tanyanya kagum.
“Ia,Ia benar!”sambut Najwa
disebelahnya.
“Indah sekali ya suaranya, aku
kagum,”sambung Lina lagi.
“Hayoo,kamu mulai suka ya sama
Rahmat?”sergap Najwa.
“Hmmm,,,,”pipi Lina merona malu.
“Gak papa kok Lin, tapi saran aku
jangan aja deh, karena……,”Najwa terdiam.
“Karena apa, Wa?”Lina menggoyangkan
badan Najwa.
“Kapan-kapan aja deh aku cerita,
kita shalat dulu, yuk!”Najwa mulai berdiri.
Sejak saat itu ternyata perasaan
kagum itu berubah menjadi rasa cinta yang sedang berkobar. Namun, Lina tahu itu
tidak baik bagi dirinya. Sekarang Lina lebih sering menundukkan pandangannya di
depan Rahmat.
Detik pun terus berputar. Waktu pun
tak mau berhenti sebentar. Rasa kagum Lina kepada Rahmat telah tersebar
seantero kelas. Hal ini diketahui oleh Rian. Hatinya rapuh. Ia putus asa.
Ternyata orang yang ia cintai, tidak dapat membalas cintanya. Atau paling tidak
Lina bisa jatuh cinta padanya. Gugur sudah harapannya.
Malam itu, pikiran Rian terus
menerawang. Seakan ia merasa tersakiti untuk menyimpan rasa cinta itu
sendirian. Akhirnya ia menulis sebuah surat. Besok adalah hari ulang tahunnya
Lina. Ia ingin memberikan kado spesial yang ia beli di toko buku. Judul bukunya
“Indahnya Istikharah”. Ia menulis hingga tertidur di atas tumpukan kertas hasil
tulisannya.
Di
Kelas XI-IA 5
“Lin, boleh pinjam buku nya gak?”Tanya
Rian kepada Lina.
“Ia, boleh sebentar ya Lina
ambilkan”.
Ternyata Rian menyelipkan surat dan
kado itu dalam buku Lina. Dan sejenak ia kembalikan buku tersebut kepada Lina.
Lina bingung. Dan akhirnya muali mengerti. Wajahnya berubah dari raut
kebingungan menjadi raut bahagia. Lalu, ia mengucapkan terima kasih kepda Rian
atas pemberian itu.
Sepulang sekolah, selepas shalat
dzuhur Lina menyempatkan untuk membuka kado dan surat yang ditulis Rian yang
isinya :
Assalamu’alaikum
Wr. Wb dr.Lina Diana Sp.Kandungan. semoga Lina selalu dilindungi Allah, dan
disampaikan cita-citanya sebagai dokter kandungan. Alhamdulillah hari ini Lina
berulang tahun, semoga umurnya berkah dan menjadi wanita shalihah yang
bermanfaat bagi orang lain.
Jujur,
Rian sudah lama memendam perasaan ini. Semenjak pertama kita berjumpa di kelas.
Rian melihat sosok Lina yang berbeda dengan yang lain. Lina baik, shalihah,
pintar, manis membuat seorang pemuda yang biasa ini jatuh hati kepada Lina.
Maaf, apabila Rian lancang telah berterus terang. Tapi, Rian berkata
sejujurnya. Rian sadar dan berkaca pada diri, bahwa Rian tidak cocok bagi Lina.
Ada rahmat, yang pintar dan shaleh yang lebih cocok untuk mendampingi Lina.
Saat Rian tahu hal itu, hati rian menangis, menutup rasa sakit yang luar biasa.
Tapi itu tidak menjadi masalah. Rian akan lebih bahagia jika Lina bahagia. Rian
pun sadar Rina bukanlah tipe wanita yang ingin berpacaran. Oleh karena itu Rian
doakan semoga suatu saat nanti Lina berjodoh dengan Rahmat, membangun rumah
tangga, dan melahirkan anak cucu yang shaleh shalehah. Salam sahabatmu, Rian
Darmawan.
Tanpa sadar Lina menjatuhkan buliran
mutiara yang membasahi pipinya. Ia tidak sadar
Apa yang terjadi selama ini. Apa yang telah ia lakukan? Ia telah
menyakiti seseorang yang sudah ia anggap sebagai sahabat yang baik, yang selalu
menolongnya jika ia membutuhkan. Bahkan rasa kagumnya pada Rahmat telah melukai
hati Rian.
Ya Allah, maafkan kesalahanku. Aku
tak tahu apabila Rian dalam diamnya menaruh hati padaku. Aku hanya
menganggapnya sahabat, tidak lebih. Dan apa yang harus aku lakukan untuk tidak
menyakiti hatinya? Nasi telah menjadi bubur. Semua berita telah tersebar. Dan
hal itu membuatnya semakin bingung. Ia berdoa semoga Allah memberikan jalan
keluar terbaik atas masalahnya kelak.
Satu
Tahun kemudian
Para siswa di SMA 4 sedang
bersiap-siap dalam menghadapi tes masuk perguruan tinggi. Ujian Nasional telah
selesai. Lina mengambil jurusan kedokteran seperti cita-citanya dari masa
kecil. Rahmat mengambil jurusan pertanian. Najwa mengambil jurusan ekonomi. Dan
Rian mengambil jurusan teknik. Teman-teman yang lain pun sudah menentukan
jurusan mereka masing-masing.
Tiba-tiba Rahmat mengirim SMS kepada
Lina yang berbunyi :
Assalamu’alaikum Lina, bisa Rahmat
kerumah sore ini, mau pinjam contoh sertifikat Lina yang juara pidato?
Lalu
Lina membalas :
Wa’alaikumussalam, ia boleh, datang
aja. Insya Allah, sore ini Lina ada dirumah.
Sore itu, Rahmat tiba dirumah Lina
dengan sepeda motornya. Setelah meminjam contoh sertifikat atau piagam
tersebut. Sekitar sepuluh menit kemudian, Rahmat kembali dan menyerahkan
kembali kepada Lina. Lalu Rahmat berterimakasih dan pulang. Saat itu perasaan
kagum yang selama setahun itu ia rasakan, masih berbunga dalam hatinya. Ia
gugup ketika Rahmat menjumpainya. Namun ia berusaha untuk mengontrolnya sebaik
mungkin.
Keesokannya, ia menceritakan hal itu
kepada Najwa.
“Untuk apa contoh sertifikat itu
Lin?”tanyanya penasaran.
“Lina, juga kurang tahu pastinya,
tetapi waktu Lina tanya sama Rahmat, ia jelaskan bahwasanya sertifikat itu
uuntuk mendaftar perguruan tinggi”,jelas Lina.
“Untuk masuk perguruan tinggi?
Berarti dia memanipulasi data, Lin!”tegas Najwa.
“Maksudnya?”Tanya Lina belum
mengerti.
“Jadi dia meminjam sertifikat kamu,
terus namanya dia ubah dan diganti dengan nama dia, hal itu dia lakukan untuk
bisa lolos ke perguruan tinggi. Kan sertifikat juga salah satu syarat yang
dipertimbangkan dan menunjukkan bahwa kita pernah berprestasi sebelumya,”raut
wajah Najwa tampak sungguh-sungguh.
“Astaghfirullahal’adzim. Lina gak
nyangka dia bisa berbuat seperti itu. Selama ini Lina salah menilainya,”Lina
merunduk malu.
“Sudahlah, Lin. Yang berlalu biarlah
berlalu. Hal ini menjadi sebuah pelajaran berharga untuk kamu. Mungkin Allah
ingin agar kamu menghilangkan rasa cinta
kamu kepadanya. Karena sebenarnya dia itu tidak seperti yang kamu pikirkan,
Lin. Hal ini sebenarnya yang ingin aku jelaskan sama kamu waktu di mushalla
dulu. Tapi aku takut kamu gak percaya. Sekarang karena sudah ada kejadian
seperti ini, oleh karena itu, aku ingin memberi tahu kamu yang sebenarnya. Ini
juga untuk kebaikan kamu Lin,”Nasihat Najwa membuat Lina menagis. Akhirnya Lina
mencoba melupakan hal itu dan ikhlas memaafkan Rahmat. Rasa kagum dan cinta
yang selama ini ia rasa, hilang dibawa angin, jatuh bagaika butiran pasir, layu
bagikan bunga yang kering. Semuanya kembali seperti biasa.
Pengumuman seleksi masuk perguruan
tinggi pun sudah diumumkan di internet. Ada yang merasa sedih, bahagia,
ragu-ragu dan segala macam perasaan berkecamuk dalam hati setiap siswa siswi
SMA 4 tersebut.
Saat Lina membuka pengumuman itu,
Lina membaca kata-kata yang bertuliskan “Selamat anda lulus dan diterima di
Universitas Indonesia jurusan pendidikan dokter”. Lina menangis haru. Akhirnya
cita-citanya selama ini tercapai juga. Rina sujud syukur saat itu juga. Senang
rasanya bisa membahagiakan orangtua, meski harus jauh dari mereka. Ia lalu
berbenah-benah mempersiapkan keberangkatannya.
Delapan
tahun kemudian
“Silahkan duduk! Selamat anak ibu
dan bapak laki-laki!” Kata dr. Lina kepada seorang lelaki dan seorang wanita di
hadapannya.
“Terima kasih dokter Prita!
Alhamdulillah. Tapi calon bayi itu bukan anak saya dokter, dia akan menjadi
keponakan saya. Kebetulan adik ipar saya sedang ada urusan keluar kota. Jadi
saya yang menemani adik saya untuk pergi ke dokter kandungan,”jelas lelaki itu.
“Oh, begitu ya pak. Saya kira tadi
beliau istri bapak. Maaf kalau begitu pak. Kebetulan dr. Prita lagi mengoperasi
seorang pasien yang melahirkan. Jadi saya yang menggantikan beliau sementara di
rumah sakit ini.
“Ia, dokter tidak menjadi masalah
kok. Kebetulan abang saya ini belum menikah. Katanya ia sedang menunggu
seseorang yang sangat ia cintai sejak SMA dulu yang sedang kuliah di Jakarta.
Namanya Lina,” sambung dinda, seorang wanita yang duduk di samping lelaki itu.
“Dinda, kamu ini membuat abang malu
di depan dokter!”wajah lelaki itu mulai merunduk.
“Wah, namanya kebetulan sama dengan
saya, bu. Kalau boleh saya tahu, siapa nama panjangnya?”Tanya dr. Lina penasaran.
“Namanya Lina Diana, dokter,”jawab
Dinda semangat.
Tiba-tiba stetoskop pun terjatuh.
Dinda dan abangnya terkejut dengan respon dokter yang ada di depannya. Seperti
ada sesuatu yang disembunyikan. Akhirnya, lelaki itu memberanikan diri untuk bertanya,”Dokter,
kenapa? Sakit?”
Pikiran Lina berkecamuk. Apakah
benar lelaki yang berada di depannya ini adalah Rian? Apakah benar orang yang
dimaksud ibu tadi adalah dirinya? Kalau hal itu memang benar, apa yang harus
aku lakukan? Betapa setianya Rian menunggu kehadiranku?
“Kalau begitu, kami pamit pulang ya,
dokter. Terima kasih atas pemeriksaanya. Doakan semoga anak saya lahir dengan
selamat,”pinta Dinda kepada dr. Lina.
“Oh, ia bu. Terimakasih juga atas
kunjungannya. Hati-hati di jalan ya. Semoga anaknya menjadi anak yang shaleh
seperti ibu dan pamannya,”sapaan dr. Lina mengakhiri percakapan itu.
Setelah Dinda keluar. Dan lelaki itu
ingin menutup pintu. Tiba-tiba ada suara panggilan dari dalam.
“Tunggu…Apa benar kamu adalah Rian
Darmawan alumni SMA 4, delapan tahun yang lalu?”Tanya dr. Lina.
“Ia, benar saya orangnya. Darimana
dokter tau?”ia mulai penasaran.
“Saya Lina Diana. Sahabatmu”, tegas
dr. Lina membuat rian sangat terkejut.
“Subhanallah, aku tidak pernah
menyangka kita akan bertemu disini. Apakah kamu sudah menikah, Lin?” sambung
Rian.
“Belum, Rian,”jawabnya singkat.
“Kalau begitu bersediakah dr. Lina
Diana Sp. Kandungan menikah denganku?”tanyanya kembali pada dr. Lina.
“Insya Allah, aku akan istikharah
dulu, dan memberikan jawabannya seminggu lagi,”jawabnya mantap.
Sepulangnya Lina dari rumah sakit,
ia beristikharah. Begitupun dengan Rian. Ia telah mantap memilih Lina sebagai
pendamping hidupnya. Ia yakin kalau mereka berjodoh pasti dipertemukan kembali.
Dan inilah saat yang ia nantikan.
Seminggu kemudian, Lina menjawab
lamaran Rian. Rian senang dan bersujud, syukur atas karunia yang Allah berikan
kepadanya. Kesabaran yang selama ini ia tanam berbuah manis. Ia yakin saat hati
bicara Linalah jodohnya, dan Allah pun meridhainya. Tinggal selangkah lagi
pernikahan yang akan menantinya.
Akhirnya mereka menikah di Mesjid
Raya Baiturrahman di tengah keramaian kota Banda Aceh. Dan para malaikat pun
bertasbih dan memohon ampun untuk mereka berdua. Sehingga mereka menjadi
keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar